close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi jurnalis meliput. Foto Unsplash
icon caption
Ilustrasi jurnalis meliput. Foto Unsplash
Media
Minggu, 06 Maret 2022 13:12

Wartawan dipandu Kode Etik Jurnalistik: Patuh atau tidak?

Memahami KEJ tentu saja dengan melaksanakan apa yang menjadi poin-poin di dalamnya dalam kerja-kerja jurnalistik sehari-hari,
swipe

Memahami Kode Etik Jurnalistik (KEJ) secara keseluruhan bagi wartawan artinya mengerti dan menerapkannya ke dalam hasil berita. Ejawantah KEJ dalam kerja rutin pers sebagai elaborasi antara panduan dan praktik jurnalistik mutlak perlu dilakukan.

Demikian sebagian tanggapan dari lima jurnalis asal Yogyakarta dalam program 'Begini Opini' dari kanal Kabar Sejuk, yang pertama tayang pada Sabtu (26/2). Tanggapan itu secara bergantian dikemukakan oleh mereka.

"Kalau sudah paham KEJ secara keseluruhan berarti menerapkan ke produk jurnalistik mereka," kata Ani Mardatila dari Merdeka.com.

"Memahami KEJ tentu saja dengan melaksanakan apa yang menjadi poin-poin di dalamnya dalam kerja-kerja jurnalistik sehari-hari, jadi tidak sekadar membaca dan menghapal, tapi menerapkan," cetus Lugas Subarkah (Harian Yogya).

"Tentu saja mereka (jurnalis) bisa mengaplikasikan atau mengelaborasikan apa yang sudah ada di KEJ itu ke dalam kerja-kerja mereka setiap hari yang harus mereka lakukan. Kalau perlu KEJ itu tidak perlu dihapal, kalau setiap berhadapan dengan isu tertentu yang kemungkinan butuh sensitivitas, kenapa tidak buka kitab KEJ dulu?" tanya Mahardini (Kompas.com).

"Kita paham apa yang kita lakukan dan tidak harus kita lakukan. Yang paling penting adalah pada tataran implementasi. Jadi tidak hanya sekadar berhenti pada pemahaman. Tapi betul-betul tahu bagaimana mengimplementasikannya. Bagaimana menerapkannya dalam kerja-kerja jurnalistik," sambung Rudal Afgani dari Liputan6.com.

"Dalam konteks memahami KEJ, tidak hanya menghapal tapi kemudian merealisasikan. Contohnya, kita (jurnalis) tidak menuliskan berita atau memprduksi berita berdasarkan prasangka dan diskriminasi terhadap seseorang berdasarkan ras. Kemudian mereka untuk bisa mengimplementasikan itu harus banyak diskusi, banyak ngobrol, banyak tanya kepada senior mungkin sesama teman. Tidak cuma hanya mengerti tetapi melaksanakan," pesan Irawan Sapto Adi (Kompas.com).

Mereka berlima tak lupa memberi pesan untuk jurnalis-jurnalis baru yang mungkin baru membaca KEJ secara sekilas belaka.

"KEJ itu tidak perlu dihapal, tidak perlu dibaca terlalu rigid (kaku), tapi kita ingat ada beberapa poin yang harus benar-benar dipraktikkan dalam KEJ. Kenapa harus baku seperti itu? Karena dampak pemberitaan itu tidak sesederhana tulisan mungkin. Imbasnya bisa cukup besar," tegas Mahardini.

"(Coba) KEJ mulai dibaca saja, kemudian diskusikan sama teman-teman, karena itu menjadi panduan, kalau memang kita suka melakukan kerja-kerja jurnalistik. Baca dulu, dan jangan cuma dibaca, tapi diskusikan sama teman, senior, atau bahkan junior. Coba dibahas sama orang-orang yang kita anggap lebih tahu," tambah Irawan.

"Pertama, wajib baca KEJ. Terus berusaha apapun, sesederhana apapun beritanya, tetap digunakan KEJ. Karena meskipun artikel (yang dibuat) tidak sensitif, tapi kalau bisa berpegang pada KEJ, selanjutnya untuk artikel yang lebih sensitif atau yang lebih berat mungkin sudah akan terbiasa," Ani menggarisbawahi.

"Pesan saya sebagai jurnalis kepada penulis yang lain, sebaiknya teman-teman mulai sekarang pahami betul apa itu KEJ, dan pahami bagaimana mengimplementasikannya. Bagaimana menerapkannya dalam kerja-kerja jurnalistik. Karena KEJ itu bukan sekadar acuan kerja semata, tapi ini bisa menjadi perlindungan untuk jurnalis sendiri. Artinya selama teman-teman (jurnalis) bekerja sesuai KEJ, maka kita akan aman dari jerat hukum. Tapi ketika kita salah melangkah, kita keluar dari KEJ, ada jerat hukum yang bisa menjerat kita. Terutama ketika karya kita memang mengabaikan KEJ," timpal Rudal.

"Mumpung (jurnalis) masih muda, jadi belum terkontaminasi dengan ajaran-ajaran sesat dalam jurnalistik, sebaiknya KEJ lebih dibaca lagi, dipahami lagi, dan coba diterapkan," jelas Lugas.

Kanal Kabar Sejuk diproduksi oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), sebagai ruang bersama yang dibentuk kalangan jurnalis, aktivis, dan penulis. Tujuannya mendorong terciptanya masyarakat, dengan dukungan media massa, yang menghormati, melindungi dan mempertahankan keberagaman sebagai bagian dari pembelaan hak asasi manusia.

SEJUK aktif dalam mengkampanyekan perspektif pluralisme, HAM, gender dan keragaman seksualitas demi menghidupkan jurnalisme damai pada lingkup isu keberagaman beragama-berkeyakinan, etnis, gender dan orientasi seksual serta kelompok minoritas lainnya.

img
Arpan Rachman
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan