10 penyempurnaan versi pemerintah-DPR dalam UU Kesehatan
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi awal baru untuk membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia. Termasuk di daerah terpencil, tertinggal, di perbatasan, dan kepulauan.
"Saya ingin mengajak seluruh elemen pemerintah pusat, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, swasta, maupun organisasi nonpemerintah untuk ikut membangun kesehatan sampai ke pelosok negeri negeri," ujar Budi Gunadi di rapat paripurna DPR, Selasa (11/7).
Hari ini DPR mengesahkan RUU Kesehatan menjadi undang-undang. RUU berformat sapu jagat atau omnibus law itu disetujui enam fraksi, yakni adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PKB, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP. Fraksi NasDem menyetujui pengesahan dengan sejumlah catatan. Sementara Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS menolak penuh pengesahan.
Pimpinan Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menjelaskan, RUU kesehatan bertujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. RUU ini menjabarkan agenda transformasi kesehatan yang bersifat reformis untuk perbaikan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer dan sekunder. Itu dilakukan lewat penguatan kesehatan dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif rehabilitatif, dan paliatif.
"RUU kesehatan memberikan ruang ekosistem untuk pengembangan inovasi kesehatan, serta penguatan peran kesehatan," ungkap Melki di rapat paripurna DKI, Senayan, Jakarta.
Menurut Kemenkes, ada sejumlah aspek yang disempurnakan dalam Undang-undang Kesehatan yang baru disahkan. Pertama, dari fokus mengobati menjadi mencegah. Diakui pentingnya layanan primer yang mengedepankan layanan promotif dan preventif berdasarkan siklus hidup. Untuk mendekatkan layanan kesehatan ke masyarakat, pemerintah menekankan pentingnya standardisasi jejaring layanan primer dan laboratorium kesehatan masyarakat di seluruh pelosok indonesia
Kedua, dari akses layanan kesehatan yang susah menjadi mudah. Diakui perlunya penguatan pelayanan kesehatan rujukan melalui pemenuhan infrastruktur, SDM, sarana prasarana, pemanfaatan telemedisin, dan pengembangan jejaring pengampuan layanan prioritas, serta layanan unggulan nasional berstandar internasional.
Ketiga, dari industri kesehatan yang bergantung ke luar negeri menjadi mandiri di dalam negeri. Diakui perlunya penguatan ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan lewat penguatan rantai pasok dari hulu hingga hilir. Memprioritaskan penggunaan bahan baku dan produk dalam negeri, pemberian insentif kepada industri yang melakukan penelitian, pengembangan, dan produksi dalam negeri.
Keempat, dari sistem kesehatan yang rentan di masa wabah menjadi tangguh menghadapi bencana. Diakui perlunya penguatan kesiapsiagaan prabencana dan penanggulangan secara terkoordinasi dengan menyiapkan tenaga kesehatan yang sewaktu-waktu diperlukan dapat dimobilisasi saat terjadi bencana.
Kelima, dari pembiayaan yang tidak efisien menjadi transparan dan efektif. Ini dilakukan dengan menerapkan penganggaran berbasis kinerja. Ini mengacu pada program kesehatan nasional yang dituangkan dalam rencana induk bidang kesehatan yang menjadi pedoman yang jelas bagi pemerintah dan pemerintah daerah.
Keenam, dari tenaga kesehatan yang kurang menjadi cukup dan merata. Diakui perlunya percepatan produksi dan pemerataan jumlah dokter spesialis melalui penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit.
Ketujuh, dari perizinan yang rumit dan lama menjadi cepat, mudah dan sederhana. Diakui perlunya penyederhanaan proses perizinan melalui penerbitan surat tanda registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup dengan kualitas yang terjaga.
Kedelapan, dari tenaga kesehatan yang rentan dikriminalisasi menjadi dilindungi secara khusus. Diakui tenaga medis dan tenaga kesehatan memerlukan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya, baik dari tindak kekerasan, pelecehan, maupun perundungan. Secara khusus bagi tenaga medis yang diduga melakukan tindakan pidana dan perdata dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan harus melalui pemeriksaan majelis terlebih dahulu.
Kesembilan, dari sistem informasi yang terfragmentasi menjadi terintegrasi. Diakui perlunya integrasi berbagai sistem informasi kesehatan ke sistem informasi kesehatan nasional yang akan memudahkan setiap orang untuk mengakses data kesehatan yang dimilikinya tanpa mengurangi jaminan perlindungan data individu.
Kesepuluh, dari teknologi kesehatan yang tertinggal menjadi terdepan. Diakui perlunya akselerasi pemanfaatan teknologi biomedis untuk pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kedokteran presisi.
Budi Gunadi menjelaskan, pengesahan RUU Kesehatan menjadi undang-undang merupakan salah satu langkah transformasi kesehatan. Langkah ini dibutuhkan untuk membangun arsitektur kesehatan Indonesia yang tangguh, mandiri, dan inklusif.
Dijelaskan Budi Gunadi, ada 11 undang-undang terkait sektor kesehatan yang perlu disesuaikan dengan dinamika perubahan zaman. Pemerintah sependapat dengan DPR terkait ruang lingkup dan pokok-pokok hasil pembahasan yang telah mengerucut berbagai upaya peningkatan kesehatan Indonesia ke dalam 20 bab dan 458 pasal di RUU Kesehatan.
Sebelum disahkan, klaim Budi Gunadi, pemerintah telah melaksanakan 115 kali kegiatan dalam rangka meaningful participation, baik forum diskusi maupun seminar yang dihadiri 1.200 pemangku kepentingan dan 72.000 peserta.
"Pemerintah sudah menerima setidaknya 6.011 masukan secara lisan dan tulisan, maupun melalui portal partisipasi sehat," jelas dia.