Tak terasa sudah hampir 10 tahun kepemimpinan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Banyak hal yang sudah dicapai selama kurun waktu tersebut. Di antaranya, konsisten membangun taman dan ruang terbuka hijau di Kota Pahlawan. Bahkan, Wali Kota Risma pernah mencanangkan kota ini menjadi kota seribu taman. Perlahan dia mewujudkannya demi mengurangi polusi udara dan menurunkan suhu Kota Surabaya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya Anna Fajriatin mengatakan, selama masa kepemimpinan Wali Kota Risma, Kota Surabaya semakin hijau dengan adanya 573 taman kota yang tersebar di berbagai titik di Kota Pahlawan.
“Total luas taman di seluruh Surabaya hingga 2020 sudah mencapai 1.651,24 hektare,” kata Anna seperti dilansir surabaya.go.id, Rabu (9/12).
Hebatnya, sejumlah taman yang dibangun Wali Kota Risma bersama jajarannya itu berbeda-beda tema dan luasannya. Bahkan, ada taman yang merupakan bekas tempat pembuangan sampah (TPA) Keputih, yaitu Taman Harmoni yang terus dipercantik hingga saat ini.
“Taman yang berbeda-beda itu juga menjadi daya tarik tersendiri di Surabaya,” katanya.
Selain itu, luas ruang terbuka hijau (RTH) di Surabaya sudah mencapai 7.356,24 hektare atau 21,99% dari luas Kota Surabaya. Itu artinya, RTH publik di Surabaya sudah di atas target minimal sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) PU nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
“Jadi, di masanya ini, RTH publik sudah di atas target minimal, karena memang semua lahan yang bisa dimanfaatkan, digunakan untuk RTH. Bisa dilihat di Surabaya ini hijau,” tegasnya.
Di samping itu, Anna juga menjelaskan pengelolaan sampah di Surabaya terus disempurnakan. Saat ini sudah ada sebanyak 533 bank sampah dan telah menyalurkan tiap kampung 10.000 magot untuk 500 kampung peserta SSC (Surabaya Smart City) 2020, guna pengurangan sampah rumah tangga.
Bahkan, ada pula delapan lokasi Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) 3R (Reduce, Reuse, Recyle) di beberapa tempat di Surabaya, serta 28 rumah kompos di berbagai titik di Surabaya.
“Pengelolaan sampah di Surabaya juga sudah bisa menghasilkan listrik di PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) Benowo,” ujarnya.
Yang paling penting juga, berbagai kampung di Surabaya juga diajari cara mengolah sampah. Sehingga sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) Benowo tidak terlalu banyak, meski pertumbuhan penduduk semakin meningkat.
“Makanya di Surabaya persoalan sampah relatif bisa dikendalikan,” pungkasnya.