Koalisi masyarakat sipil yang menamai diri sebagai Tim Advokasi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Judicial review untuk menggugat UU No 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU No 30 tahun 2002 tentang KPK ke MK.
"Pemohonnya ada 13 orang, dan kuasa hukumnya itu terdiri dari beberapa teman-teman koalisi. Tapi untuk siapa-siapa yang akan jadi pemohonnya, nanti setelah kita ajukan baru kita bisa sampaikan," kata kuasa hukum Tim Advokasi UU KPK, Agil Oktaryal saat dikonfirmasi Alinea.id pada Rabu (20/11).
Diterangkan Agil untuk proses pertama, pihaknya akan mengajukan permohonan uji formil terlebih dahulu. Hal itu lantaran pertimbangan penentuan uji formil oleh MK, sesuai dengan ketentuan yang ada maksimal 45 hari setelah UU KPK diberlakukan. Sebelum pada akhirnya menyusul gugatan uji materil.
Uji formil perlu dilakukan lantaran pemberlakuan UU KPK dinilai telah cacat formil maupun prosedur. Selain juga sebagai bukti keseriusan dan konsistensi menolak UU KPK yang baru.
"Dari awal kita kan konsisten dan mendesak presiden untuk mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU KPK secara keseluruhan. Hingga detik ini nampaknya belum ada respons positif dari presiden," papar dia.
Agil mengaku merasa dibohongi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sebelumnya menyatakan akan mempertimbangkan pembatalan UU KPK. Tetapi Jokowi malah diam dan membiarkan UU KPK yang baru berlaku.
Kendati demikian, Agil tidak memungkiri pihaknya juga masih terus mendorong Jokowi untuk mengeluarkan Perppu. Semuanya dilakukan agar UU KPK dibatalkan secara menyeluruh.
"Sampai sekarang, walaupun kita mulai ajukan judicial review kita masih dorong Perppu, ke MK juga kita tetap. Jadi sebenarnya tuntutan kita ini kan dua-duanya sama, yakni membatalkan UU KPK secara keseluruhan baik dari jalur yudisial maupun Perppu," pungkas dia.
Lebih jauh, Agil berharap hakim MK dapat mengabulkan semua dalil-dalil, serta bukti yang pihaknya akan ajukan. Ia mendorong agar hakim MK menggunakan hati nurani dan pengetahuannya sebagai ahli tata hukum negara dalam melihat prosedur diberlakukannya UU KPK baru.
Pasalnya, Agil yakin hakim MK pasti tahu betul bahwa pemberlakuan UU KPK baru telah melewati mekanisme yang cacat. Oleh sebab itu, pihaknya berharap hakim MK dapat mempelajari dalil dan bukti dengan saksama dan dilandasi kejujuran.
Menurut Agil, sebetulnya judicial review UU KPK ini telah diajukan oleh beberapa pihak. Misalnya satu permohonan dari koalisi mahasiswa, dua permohonan dari koalisi pengacara, dan satu permohonan dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Namun demikian, Agil mengaku permohonan judicial review dari pihaknya akan lebih memiliki legal standing di mata MK.
"Nah dari pemohon juga, karena MK itu yang paling dipertimbangkan, legal standing pemohon itu siapa? Nah kalau mahasiswa, pengacara, dosen apakah dia berkepentingan terhadap UU itu atau tidak. Nah kami rasa pemohon kami lebih memenuhi legal standing yang disyarati oleh MK tersebut," tutupnya.