Suciwati, istri aktivis HAM Munir mengatakan, sudah 15 tahun suaminya meninggal, tetapi negara tidak juga memberi kepastian hukum terkait kasus pembunuhan tersebut. Pemerintahan Presiden Joko Widodo, kata dia, gagal menindaklanjuti hasil dari tim pencari fakta (TPF) yang dibentuk pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sejak investigasi TPF dikabarkan selesai pada 2005, dokumen hasil penyelidikan TPF tidak pernah dibuka ke publik, bahkan dilaporkan telah hilang.
"15 tahun itu waktu yang terlalu lama untuk kasus yang terlihat sangat jelas seperti ini. Sudah berganti presiden, tetapi kasus belum juga diselesaikan. Masa perlu menunggu sampai 20 tahun," tutur Suciwati dalam acara “Membongkar Permufakatan Jahat Pembunuhan Berencana terhadap Munir” di Kios Ojo Keos, Jakarta Selatan, Sabtu (7/9).
Kondisi ini, sebut Suciwati, memprihatinkan karena negara telah dipermainkan para penjahat kemanusiaan.
"Bahkan DPR pun membentuk tim gabungan pencari fakta, Komnas HAM juga sudah membuat eksaminasi atas Muchdi Purwoprandjono," kata dia.
Pada 13 Desember 2008, Muchdi yang pada saat itu menjabat Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN), menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan Munir. Namun, ia bebas dari segala dakwaan.
"Ada kejahatan kemanusiaan yang menghilangkan orang yang sangat penting bagi kita semua, orang yang selama ini membela mereka yang tertindas. Namun, hingga saat ini pembunuhnya bebas," ujar Suciwati. "Kita harus terus bersuara dan menyerukan agar pembunuh itu tertangkap dan dituntut untuk bertanggung jawab."
Suciwati mengaku kecewa karena hingga kini Jokowi tidak kunjung mengumumkan dokumen hasil penyelidikan TPF.
"Tidak ada gerakan sama sekali, tidak ada implementasi. Periode pertama Jokowi sudah akan berlalu, tidak ada apa-apa," tuturnya. "Awalnya saya optimis, tetapi ternyata mengecewakan."
Dia mengatakan, dirinya bersama Koalisi Keadilan untuk Munir terus berupaya mencari langkah-langkah hukum yang dapat diambil. Dia mengaku sedang mempersiapkan tim hukum untuk menggodok dan menimbang langkah apa yang sepatutnya diambil untuk kembali menyoroti kasus pembunuhan Munir.
Namun, Suciwati mengatakan, langkah atau kemauan apa pun akan sangat berat jika pemerintah tidak menunjukkan keberpihakan atau keinginan untuk menuntaskan kejahatan HAM tersebut.
"Sejak awal terlihat pemerintah tidak memiliki kemauan untuk membongkarnya. Nanti wakil presiden terpilih Pak Jokowi kan orang yang paham agama, saya harap beliau dapat mengingatkan presiden untuk menepati janjinya," kata Suciwati.
Malah mundur
Senada dengan Suciwati, koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani menilai, selama periode kepemimpinan Jokowi, penyelesaian kasus Munir justru mengalami pemunduran.
"Selain tidak ada political will, kebijakan era Jokowi justru kontraproduktif. Presiden justru menunjukkan tanda-tanda ingin rekonsiliasi dengan penjahat HAM dan bukan menyelesaikan kasus HAM. Ini suatu kemunduran," ujar dia.
Seharusnya, tambah Yati, Jokowi menyadari kelalaiannya, mengevaluasi kinerja pemerintahannya, dan memprioritaskan penyelesaian kasus kejahatan HAM.
Dalam acara peringatan 15 tahun tragedi pembunuhan Munir ini, sejumlah relawan bergantian membacakan dokumen, yang diduga hasil temuan TPF, yang telah beredar di dunia maya sejak 2016.
Yati mengaku mendapatkan dokumen itu dari internet. Menurutnya, aksi pembacaan dokumen itu seharusnya mendorong pemerintah agar segera secara resmi mengumumkan hasil temuan TPF kepada publik.
Menurutnya, validitas dokumen dapat dibuktikan jika Presiden Jokowi berani buka suara dan secara langsung memverifikasi temuan TPF kepada publik.
"Kalau memang apa yang kami bacakan hari ini tidak benar, silakan diverifikasi dan diluruskan sendiri," ujarnya. "Di periode keduanya, Presiden Jokowi sangat mungkin menindaklanjuti kasus ini dengan cara mudah, yakni mengumumkan temuan TPF dan menindaklanjuti hasil-hasilnya sesuai proses hukum yang berlaku."
Pada 7 September 2004, aktivis HAM Munir Said Thalib meninggal dunia dalam penerbangan dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda. Setelah dilakukan autopsi, kepolisian Belanda menyatakan bahwa Munir mati diracun menggunakan senyawa arsenik.