Dua direksi holding BUMN PT Perkebunan Nusantara III (Persero) resmi ditetapkan tersangka suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kedua direksi PTPN III ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap distribusi gula di PTPN III tahun 2019. Keduanya adalah Direktur Utama PTPN III Dolly Pulungan dan Direktur Pemasaran I Kadek Kertha Laksana.
Selain dua direksi tersebut, KPK juga menetapkan tersangka lainnya yakni bos PT Fajar Mulia Transindo (FMT) Pieko Nyotosetiadi.
"Setelah melakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK tingkatkan tiga orang tersangka dalam proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarief, saat konfrensi pers, di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (3/9).
Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka setelah sebelumnya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin (2/9) hingga Selasa (3/9). Dalam giat tersebut KPK turut mengamankan uang sebesar 345.000 dolar Singapura yang merupakan fee terkait distribusi gula tersebut.
Laode menyayangkan para pihak yang terlibat suap tersebut melakukan praktik lancung dalam distribusi gula. Seharusnya dalam menjalankan wewenang dalam mengelola distribusi gula, sambung Laode, para pihak tidak melakukan praktik lancung yang diduga memperkaya diri sendiri.
"Padahal Gula merupakan salah satu kebutuhan dasar dari masyarakat Indonesia. KPK mengecam pihak-pihak yang mengambil keuntungan pribadi dengan cara korupsi terkait bahan pokok seperti ini," ungkap Laode.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Pieko dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan pihak yang diduga penerima, Dolly Pulungan dan I Kadek disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.