Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap dua industri farmasi yang melanggar ketentuan tentang peredaran obat yang mengandung cemaran senyawa kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas.
Kepala BPOM Penny Lukito mengungkapkan, pihaknya mendeteksi ada dugaan pencemaran senyawa kimia berbahaya berasal dari bahan baku pembuatan obat. Oleh karenanya saat ini penelusuran masih terus dilakukan.
"Ada indikasi bahwa konsentrasi yang tinggi dari pencemaran dalam produk, jadi bisa dimungkinkan sangat kuat adalah dari bahan baku," kata Penny dalam keterangan pers, Kamis (27/10).
Disampaikan Penny, sesuai ketentuan, senyawa kimia EG dan DEG tidak diperbolehkan sebagai bahan baku atau tambahan dari proses produksi suatu obat. Namun, apabila senyawa kimia ini ada dalam bahan pelarut yang digunakan dalam produksi obat, ada batas yang masih ditoleransi.
"EG dan DEG tidak boleh digunakan sebagai pelarut, yang dibolehkan adalah pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan atau gliserol. Tapi mereka bisa mengandung pencemar, dengan batasan 0,1% itu dibolehkan di bahan baku," papar dia.
Kendati demikian, imbuh Penny, dari penelusuran sementara yang dilakukan terhadap obat-obatan dari dua industri farmasi ini, ada indikasi penggunaan senyawa kimia yang tidak sesuai dengan persyaratan bahan baku yang ada.
Penny menilai, ada beberapa kemungkinan yang mendasari ditemukannya konsentrasi tinggi cemaran dalam produk obat. Misalnya, dari sumber bahan baku, supplier dari bahan baku, atau malah senyawa EG dan DEG tersebut yang digunakan sebagai pelarut.
"Bisa jadi salah satu kemungkinan adalah tidak menggunakan propilen glikol atau polietilen glikol, malah menggunakan EG DEG. Jadi pencemarnya tersebut malah yang digunakan sebagai pelarutnya, mengingat bahwa begitu tingginya hasil analisa yang kami dapatkan pada produk-produk yang tidak memenuhi syarat tersebut," ungkap dia.
Penny mengatakan, pihaknya tengah menelusuri asal bahan baku yang digunakan dua industri farmasi tersebut. Penelusuran juga dilakukan terhadap peredaran bahan pelarut yang digunakan.
"Ke mana lagi bahan pelarut tersebut diedarkan, atau dibeli oleh industri yang mana lagi. Itu yang sedang dilakukan penelusuran. Saya kira itu sangat penting sekali, digunakan di mana lagi itu bahan pelarut berbahaya tersebut yang seharusnya tidak digunakan," tutur Penny.
Adapun terkait hal ini, BPOM menggandeng pihak kepolisian untuk melakukan penelusuran dan penyidikan lebih lanjut terhadap dua industri farmasi tersebut. Nantinya, kata Penny, pihaknya akan menyampaikan perkembangan lebih lanjut terkait penelusuran yang telah dilakukan.
"Kami sampaikan terima kasih kepada Bareskrim, kepolisian merespon dengan baik. Kami sudah membentuk tim gabungan, dan sekarang sedang dalam proses," ucapnya.
Sebelumnya, BPOM menyatakan akan menindaklanjuti secara pidana terhadap dua industri farmasi yang melanggar ketentuan tersebut.
Kendati demikian, keterangan detail terkait dua industri farmasi yang dimaksud belum disampaikan. Penny saat itu mengatakan, produk perusahaan farmasi tersebut terindikasi mengandung cemaran EG dan DEG dalam kadar membahayakan.
"Ada indikasinya bahwa kandungan dari EG dan DEG di produknya itu tidak hanya dalam konsentrasi sebagai kontaminan, tapi sangat-sangat tinggi dan tentu saja sangat toksik. Dan itu bisa tepat diduga bisa mengakibatkan ginjal akut," ujar Penny dalam keterangannya, Senin (24/10).