close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
KPK menemukan uang sekitar Rp3,7 miliar di rumah orangtua Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa terkait kasus gratifikasi. / Antara Foto
icon caption
KPK menemukan uang sekitar Rp3,7 miliar di rumah orangtua Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa terkait kasus gratifikasi. / Antara Foto
Nasional
Rabu, 02 Mei 2018 15:44

2 Konglomerasi dalam pusaran dugaan suap Bupati Mojokerto

Dua konglomerasi di Indonesia berada dalam pusaran dugaan suap Bupati Mojokerto, Jawa Timur, Mustofa Kemal Pasa. Siapa mereka?
swipe

Dua konglomerasi milik tiga konglomerat terkaya di Indonesia berada dalam pusaran dugaan suap Bupati Mojokerto, Jawa Timur, Mustofa Kemal Pasa.

Tiga konglomerat itu adalah pemilik Grup Djarum Michael dan Robert Budi Hartono, serta pemilik Grup Saratoga Edwin Soeryadjaya. Dua konglomerasi raksasa grup milik taipan itu memiliki lini bisnis menara telekomunikasi.

Grup Djarum menggenggam kepemilikan di dalam PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) melalui PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR). Sedangkan, Grup Saratoga menggenggam kepemilikian di dalam PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) melalui PT Wahana Anugrah Sejahtera.

Dua perusahaan menara telekomunikasi Protelindo dan Tower Bersama Infrastructure tersangkut ke dalam pusaran kasus dugaan suap Bupati Mojokerto, Jawa Timur. Dari tangan Bupati, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang sebanyak dua kardus dan satu karung.

KPK menemukan uang sekitar Rp3,7 miliar di rumah orangtua Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa terkait kasus gratifikasi.

Komisi antirasuah itu sebelumnya telah menetapkan Mustofa Kamal Pasa bersama Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mojokerto 2010-2015 Zainal Abidin sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi pada Senin (30/4).

"Dari uang sekitar Rp4 miliar yang disita KPK dalam penyidikan gratifikasi di serangkaian penggeledahan di Kabupaten Mojokerto, tim menemukan Rp3,7 miliar di rumah orangtua tersangka Mustofa Kamal Pasa," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, seperti dilansir Antara, Rabu (2/5).

Uang tersebut, kata Febri, didapatkan di dalam lemari kamar dalam pecahan Rp100.000 dan Rp50.000.

"Uang masih dalam bungkusan tas kresek hitam sekitar Rp700 juta, kardus dan tiga tas lain untuk sisanya. Saat penggeledahan dilakukan, Mustofa Kamal Pasa sedang berada di lokasi," tuturnya.

Selain itu, kata Febri, KPK juga mendalami dugaan penerimaan gratifikasi melalui sarana perbankan melalui pihak keluarga.

"Sedangkan untuk kendaraan yang disita kepemilikannya diduga atas nama pihak lain," ucap Febri.

Pihaknya pun juga menyampaikan terima kasih kepada masyarakat di Mojokerto yang membantu dan memberikan informasi.

"Jika ada informasi lain terkait dengan dugaan penerimaan-penerimaan gratifikasi lain, dapat juga disampaikan ke KPK untuk dilakukan kroscek lebih lanjut. Kerahasiaan pelapor menjadi salah satu aspek yang dijamin Undang-Undang," kata Febri.

Agar ke depan hal seperti ini tidak perlu terjadi, kata dia, maka seharusnya pejabat yang menerima gratifikasi selalu melaporkan ke KPK paling lambat 30 hari kerja.

"Mengacu ke Pasal 12 C Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pelapor gratisikasi dibebaskan dari ancaman pidana Pasal 12 B tersebut," ujarnya.

Dalam kasus gratifikasi itu, Mustofa bersama-sama Zainal diduga menerima fee dari proyek-proyek di lingkungan Pemkab Mojokerto termasuk proyek pembangunan jalan pada 2015 dan proyek lainnya. Dugaan penerimaan gratifikasi setidak-tidaknya Rp3,7 miliar.

Atas perbuatannya tersebut, Mustofa dan Zainal disangkakan melanggar Pasal 12 B UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Perusahaan menara

Sementara dalam kasus lainnya, KPK menetapkan Mustofa bersama dua orang lainnya, yakni permit and regulatory Division Head PT Tower Bersama Infrastructure (Tower Bersama Group) Ockyanto (OKY) dan Direktur Operasi PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) Onggo Wijaya (OW) sebagai tersangka suap pembangunan Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto Tahun 2015.

Dugaan suap yang diterima oleh Mustofa terkait perizinan Menara Telekomunikasi tersebut sekitar Rp2,7 miliar.

Mustofa disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Ockyanto dan Onggo Wijaya disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.

Sebagai informasi, Protelindo adalah perusahaan menara telekomunikasi yang dimiliki oleh Grup Djarum melalui PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR). Setelah Protelindo mengakuisisi 2.500 menara PT XL Axiata Tbk. (EXCL), kini giliran membeli tower telekomunikasi milik PT Komet Infranusantara dari PT Nusantara Infrastructure Tbk. (META).

Adapun, Tower Bersama adalah emiten yang tercatat di PT Bursa Efek Indonesia dengan kode saham TBIG. Perusahaan ini dimiliki oleh Grup Saratoga yang didalamnya ada taipan Edwin Soeryadjaya dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno.

Sebagai informasi, Robert Budi & Michael Hartono adalah orang terkaya di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Keduanya mengendalikan Grup Djarum dengan kekayaan total US$32,3 miliar setara Rp445,7 triliun.

Edwin merupakan orang terkaya ke-42 di Indonesia versi Majalah Forbes. Putra pendiri PT Astra Internasional Tbk. (ASII) William Soeryadjaya tersebut, memiliki kekayaan US$720 juta setara dengan Rp9,93 triliun melalui PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG).

img
Sukirno
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan