close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Komisi VII DPR asal Fraksi PKS, Mulyanto. Dokumentasi DPR
icon caption
Anggota Komisi VII DPR asal Fraksi PKS, Mulyanto. Dokumentasi DPR
Nasional
Jumat, 22 Oktober 2021 10:05

2 tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, PKS: Bidang energi lemah

Hingga kini bidang energi nasional masih terpuruk dan belum menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan.
swipe

Dua tahun masa kerja pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amien dinilai masih belum berhasil membangun bidang energi dengan baik. Demikian disampaikan anggota Komisi VII DPR, Mulyanto.

Menurutnya, hingga kini bidang energi nasional masih terpuruk dan belum menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. "Prestasinya masih datar-datar saja bahkan cenderung merah," kata Mulyanto dalam keterangannya kepada Alinea.id, Jumat (22/10).

Mulyanto merinci, di sektor migas, baik impor, lifting maupun pembangunan kilang baru masih jeblok. Impor migas nasional, terutama BBM dan LPG, bukannya menurun malah terus melonjak. Akibatnya, defisit transaksi berjalan membengkak. 

"Pemerintah seperti tidak punya strategi yang konsisten untuk menurunkan impor migas ini," ujar Mulyanto.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada Mei 2021, lonjakan impor migas menjadi sebesar USD2.06 miliar. Bila dibandingkan dengan bulan yang sama di tahun 2020 (y-on-y) meningkat sebesar 212 persen. 

Defisit transaksi berjalan untuk sektor migas ini sebesar USD1.12 miliar meningkat sebesar 1020 persen dibandingkan tahun 2020 (y-on-y). Meroket lebih dari sepuluh kali lipat.

Defisit transaksi berjalan sektor migas untuk tahun 2021 diperkirakan meningkat menjadi sebesar USD11 miliar. Padahal, pada 2019 hanya sebesar USD10 miliar. 

Bahkan, 2020 hanya sebesar USD6 milar. "Lifting minyak kita memiliki visi 1 juta bph (barel per hari) di tahun 2030.  Namun anehnya, target lifting tahunan bukannya naik, malah justru terus melorot. Target lifting minyak tahun 2019, 2020, 2021 dan tahun 2022 masing-masing sebesar 775, 755, 705 dan 704 bph.  Sementara, realisasinya setiap tahun selalu di bawah target. Karena penggunaan BBM terus naik, maka otomatis impor migas tetap membengkak. Alhasil devisa negara terkuras," paparnya.

Di sisi lain, lanjut Mulyanto, kemampuan kilang untuk mengolah BBM secara domestik masih lemah. Hampir 25 tahun sejak pengoperasian RU VII Kasim di Papua pada tahun 1997, tidak ada lagi pembangunan kilang baru.

Dia menyebut, pembangunan kilang Bontang tidak jelas juntrungannya. Begitu pula Kilang Tuban, Jawa Timur, masih pada tahap pembebasan lahan meski sudah dimulai sejak tahun 2017. 

Dari total enam buah kilang yang ada, Pertamina baru mampu menghasilkan BBM sebanyak 850-950 ribu bph, setengah dari kebutuhan domestik.  Di sektor ketenagalistrikan, kata Mulyanto, kinerja pemerintah juga masih merah. 

Rasio elektrifikasi nasional masih jauh di bawah seratus persen. Dua tahun lalu ditargetkan mencapai 100%, namun realisasinya terus molor.

Dia menambahkan, pemerintah menargetkan kembali rasio elektrifikasi nasional seratus persen di tahun 2022. Tapi faktanya, per hari ini sedikitnya masih ada 433 desa atau setara dengan 483.012 Rumah Tangga (RT) yang belum teraliri listrik.

"Artinya, masih banyak saudara-saudara kita yang belum dapat menikmati terangnya listrik. Bahkan Indonesia perlu impor listrik dari negara tetangga. Kalimantan Barat mengimpor listrik sebesar 110 MW dari Serawak Pada tahun 2020, yang terus berlanjut di tahun 2021 ini. Namun anehnya di Jawa dan Sumatera terjadi surplus listrik lebih dari 30 persen.  Dan program pembangunan pembangkit baru 35.000 MW yang kontroversial itupun terus berlanjut," tukas politikus PKS ini.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan