Dua tersangka yang ditangkap pada kasus dugaan suap sejumlah proyek di Dinas Pembangunan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Muara Enim, telah tiba di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan. Mereka, akan menjalani serangkaian pemeriksaan oleh penyidik.
"Keduanya tiba di Gedung KPK, Senin 27 April 2020, sekitar pukul 08.30 WIB dan saat ini penyidik sedang melakukan pemeriksaan," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, dalam keterangannya, Senin (27/4).
Saat disinggung terkait penahanan terhadap kedua tersangka, Fikri enggan menjawab. "Perkembangannya akan kami sampaikan lebih lanjut," katanya.
Sebelumnya, KPK telah menangkap dua tersangka kasus dugaan suap sejumlah proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim. Keduanya ditangkap setelah lembaga antirasuah mengembangkan kasus yang menyeret Bupati Kabupaten Muara Enim nonaktif Ahmad Yani
"Penangkapan dua tersangka hasil pengembangan penyidikan kasus korupsi Kabupaten Muara Enim atas nama RS dan AHB, Minggu (25/4) jam 07.00 WIB dan 08.30 WIB di rumah tersangka di Palembang," kata Ketua KPK Firli Bahuri, kepada wartawan, Minggu (26/4) malam.
Jenderal bintang tiga itu mengklaim penetapan tersangka sudah melalui prosedur hukum yang berlaku. Padahal, pengembangan kasus yang dilakukan KPK tidak didahului tindakan penangkapan.
"Hasil penyidikan diperoleh bukti yang cukup sehingga KPK dapat menemukan kedua tersangka tersebut," tuturnya.
Diketahui, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara itu. Ketiganya ialah Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani, Kabid Pembangunan Jalan di Dinas PUPR Muara Enim Elfin Muhtar, dan pihak swasta, Robi Okta Fahlefi.
Ahmad Yani diduga kuat telah menerima uang sebesar Rp13,49 miliar dari Robi Fahlefi. Uang itu merupakan commitment fee lantaran telah membantu perusahaan Robi untuk menggarap proyek PUPR di Kabupaten Muara Enim.
Atas perbuatannya, Yani disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lalu Robi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.