Dittipidsiber Bareskrim Polri mengungkap kasus peretasan kartu kredit untuk pembayaran secara elektronik pada marketplace di Jepang yang dilakukan WNI. Kasus ini menyebabkan kerugian sebesar Rp1,6 miliar bagi delapan korban.
Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar mengatakan, dua tersangka yang ditangkap merupakan WNI berinisial SB (40) dan DK (40). Keduanya merupakan seorang disc jokey (DJ).
"Perkara ini merupakan akses ilegal dengan cara meretas kartu kredit yang digunakan oleh para pelaku untuk melakukan pembayaran elektronik di beberapa market place di Jepang," kata Adi Vivid di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (8/8).
Adi VIvid menyebut, SB berperan sebagai pengawas perangkat di Jepang. Sementara, DK sebagai otak dari peretasan yang mengontrol SB dari Indonesia.
Kedua tersangka membeli akses peretasan di 16shop. Keduanya membeli akses sekitar Rp700.000.
Adapun hacking tools itu, kata Adi, merupakan kode yang akan digunakan untuk meretas akun-akun pembayaran elektronik internasional.
"Jadi para pelaku ini membeli melalui sixteen shop, nanti begitu membeli mereka mendapat instruksi, kemudian disitu juga ada data-data tentang CC (Kartu Kredit) yang sudah dibobol oleh kelompok ini," ujarnya.
Selanjutnya, Adi Vivid menyebut pihaknya bekerja sama dengan Atase Polri Jepang dalam kasus ini. Awalnya SB tercium modusnya lantaran kerap membeli barang elektronik dengan kartu kredit yang di-hack, lalu menjualnya ke warga negara Jepang.
"Kedua orang ini saling kerja sama dengan otaknya adalah DK sedangkan SB berperan menyediakan perangkat komputer agar bisa dioperasikan secara jarak jauh oleh DK," jelasnya.
Polisi pun lalu langsung melakukan pemeriksaan terhadap SB dan pada akhirnya kembali menangkap DK di Yogyakarta.
"SB ini membeli beberapa barang elektronik ada yang diambil di pos. Ada yang di alamatkan ke alamat SB di Jepang. Alamat tersebut bisa diidentifikasi oleh kepolisian Jepang, kemudian ditangkap dan dikembangkan sehingga kami bisa mengamankan saudara DK," katanya.
Atas perbuatanya, para tersangka dikenakan Pasal 46 ayat 1, 2, 3 junto Pasal 30 ayat 1, 2, 3 UU ITE, Pasal 48 ayat 1 junto Pasal 32 ayat 1 UU ITE, Pasal 51 ayat 1 junto Pasal 35 UU ITE dan Pasal 363 KUHP.
“Para tersangka terancam hukuman di atas lima tahun penjara," pungkasnya.