Ombudsman menyampaikan sejumlah catatan dan saran perbaikan bagi Kementerian Sosial (Kemensos) terkait tata kelola pelayanan pada unit rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas mental.
Anggota Ombudsman Indraza Marzuki Rais mengungkapkan, setidaknya ada tiga poin saran perbaikan yang diberikan kepada Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini untuk mengoptimalkan koordinasi, kerja sama, pendampingan, bahkan memberikan dukungan teknis kepada lembaga kesejahteraan sosial (LKS), pemerintah daerah, maupun instansi terkait. Hal ini didasarkan pada temuan Ombudsman dari kajian terkait perbaikan standar pelayanan publik di pusat rehabilitasi sosial.
Poin pertama adalah menjamin pemenuhan standar pelayanan publik. Ini mencakup kelayakan sarana prasarana, pemenuhan jumlah dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) pengelola di panti atau sentra LKS, termasuk penyediaan anggaran baik melalui APBN/APBD.
Dari kajian yang dilakukan, Ombudsman menemukan adanya kesenjangan standar pelayanan antara panti milik pemerintah pusat/daerah dengan panti milik swasta.
"Kesenjangan tersebut diminimalisir dengan adanya intervensi dari pemerintah untuk menjamin pemenuhan standar pelayanan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik," kata Indraza dalam keterangan pers, Rabu (21/12).
Koordinasi komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah juga terus didorong. Hal ini dilakukan mengingat pelaksanaan pelayanan publik di daerah merupakan kewenangan dari pemerintah daerah setempat.
"Jadi dibuat komunikasi yang lebih baik, sehingga pelaksanaan pelayanan publik terutama di daerah bisa berjalan baik," ujar dia.
Kedua, memastikan pelaksanaan akreditasi lembaga kesejahteraan sosial yang dapat menjamin terpenuhinya standar kelayakan publik di LKS.
Indraza menyebut, pihaknya menemukan banyak LKS yang belum terakreditasi. Hal ini disebabkan minimnya sosialisasi terkait persyaratan, alur, jangka waktu, hingga mekanisme pengaduan terkait akreditasi. Kondisi ini juga diperburuk dengan minimnya jumlah asesor yang mampu menjangkau LKS yang memohon akreditasi.
"Ternyata ada kurang lebih 14.000 (akreditasi) yang baru bisa dijalankan di tahun ini. Karena peraturannya baru, baru bisa berjalan 4 bulan dan sekitar dua ribu tenaga yang bisa diakreditasi," tutur Indraza.
Diharapkan pelaksanaan akreditasi dapat dipercepat sehingga pada 2023 seluruh SDM pada unit layanan sosial bisa terakreditasi.
Kemudian, poin ketiga adalah optimalisasi implementasi program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI). Program ini diatur dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 7 Tahun 2022, yang mengamanatkan adanya penyelenggaraan multilayanan untuk berbagai ragam disabilitas di setiap satuan unit rehabilitasi sosial.
"Selain peningkatan sarana prasarana SDM, kami juga membayangkan bahwa nanti SDM yang dibangun harusnya multitalenta. Jadi dia bisa menangani semua jenis disabilitas yang ada di sentra tersebut," ujar Indraza.
Kendati demikian, kajian Ombudsman menemukan, sebagian besar panti dan LKS belum melaksanakan ATENSI dan belum menerima sosialisasi terkait program itu. Permasalahan ini disebabkan terbatasnya jumlah dan kompetensi SDM, sarana prasarana yang kurang memadai, dan ketiadaan SOP untuk melaksanakan multilayanan.
"Kami berharap, di tahun yang akan datang kita bersama-sama untuk memonitor, dan berharap bahwa ATENSI sudah bisa berfungsi menjadi lebih baik," ucap Indraza.
Untuk diketahui, kajian yang dilakukan Ombudsman merupakan salah satu upaya pencegahan maladministrasi pada pelayanan publik, dalam hal ini terhadap penyandang disabilitas mental.
Hal ini dilakukan mengingat kondisi penyandang disabilitas mental masih memperoleh stigma negatif di masyarakat. Selain itu, rawan ditemukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang justru terjadi di unit rehabilitasi sosial. Bahkan, praktik pemasungan/rantai juga masih ditemukan.
Kajian ini juga merupakan langkah pemantauan untuk melihat implementasi dan kendala dari penerapan kebijakan Atensi yang tertuang dalam Permensos Nomor 7 Tahun 2022.
"Keberadaan unit rehabilitasi sosial diharapkan mampu menjadi jembatan bagi para penyandang disabilitas mental untuk dapat kembali hidup secara inklusif di masyarakat. Program rehabilitasi sosial di sentra/panti/LKS harus dapat terukur sasaran dan targetnya," tutur Indraza.