Kejaksaan Agung dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan indikasi fraud atau kecurangan dugaan korupsi penggunaan dana pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku, persangkaan ini sudah diteliti cukup lama. Senin (18/3) pagi ini kedua kementerian/lembaga tersebut membahas kasus itu lebih dalam.
“Tindak pidana korupsi kredit LPEI sebenarnya ini sudah cukup lama dan pagi ini Bu Menteri menjelaskan apa dan mengapanya sehingga perkara ini diserahkan kepada kami,” kata Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Senin (18/3).
LPEI membentuk tim terpadu bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jamdatun Kejaksaan Agung dan Inspektorat Jenderal Kemenkeu yang meneliti kredit-kredit bermasalah di LPEI. Dari hasil penelitian tersebut terindikasi adanya fraud dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh empat debitur.
Menurut Burhanuddin, untuk tahap pertama ini ada empat debitur yang dilaporkan oleh Kemenkeu yang diduga terindikasi melakukan fraud dengan nilai total Rp2,505 triliun. Adapun empat perusahaan itu adalah PT RII sebesar Rp1,8 triliun; PT SMS sebesar Rp216 miliar; PT SPV sebesar Rp144 miliar; dan PT PRS sebesar Rp305 miliar.
Sementara tahap dua masih dalam perhitungan BPKP. Jumlahnya diduga mencapai Rp3 triliun.
“Jumlah keseluruhannya adalah sebesar Rp 2,505 triliun yang tahap pertama, nanti ada tahap keduanya,” kata Burhanuddin.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani meminta manajemen LPEI untuk terus meningkatkan peranan dan tanggung jawabnya, serta membangun tata kelola yang baik. Persisnya, ia menegaskan perihal zero telarance terhadap pelanggaran hukum korupsi konflik kepentingan dan harus menjalankan sesuai mandat UU Nomor 2 Tahun 2009 tentang LPEI.
Ia juga mendorong LPEI melakukan inovasi dan koreksi untuk terus melakukan pembersihan di dalam tubuh instansi dan neraca keuangan. “Kami telah menerima laporan hasil penelitan kredit bermasalah di LPEI, yang terindikasi fraud yaitu adanya dugaan tindak pidana oleh debitur tersebut,” ujarnya.
Ekspor sawit hingga perkapalan
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan keempat perusahaan itu bergerak di sektor ekspor sawit, nikel, hingga perkapalan. Menurutnya, jaksa akan meneliti terlebih dahulu berkas yang disampaikan oleh Kemenkeu. Dus, status hukum dari keempat perusahaan yang terindikasi fraud itu belum ditentukan.
"Perusahaan-perusahaan ini adalah korporasi bergerak di bidang kelapa sawit; bidang batu bara dan nikel; serta shipping atau perkapalan, yang perusahaan tadi disampaikan JA (Jaksa Agung) dan bu Sri (Menkeu)," ujar Ketut.
Ketut menyampaikan, PT RII menjadi perusahaan yang paling tinggi dengan indikasi fraud mencapai Rp1,8 triliun, diikuti tiga perusahaan lainnya. "Setelah serangkaian penyidikan yang dilakukan Jampidsus, maka kami akan tentukan statusnya ya," ucap Ketut.