4 konglomerat RI dalam pusaran kasus korupsi
"Koruptor ternyata bukan sejenis maling, mereka itu priyayi agung, orang penting," demikian penggalan monolog pelawak tersohor, Butet Kertaradjasa, dalam ajang Frankfurt Book Fair 2015.
Monolog Butet, tampak terlihat nyata dengan kondisi koruptor di Indonesia. Pusaran kasus rasuah tidak hanya ada dalam lingkaran elite politik, tetapi juga para pengusaha besar yang bertengger dalam daftar orang terkaya Tanah Air.
Terbukti, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berhasil menjerat sejumlah taipan tersohor.
Berikut beberapa pengusaha besar yang terbukti terlibat kasus rasuah oleh KPK:
1. Surya Darmadi
Nama Surya Damadi tercatat sebagai penerima manfaat akhir (beneficial owner) PT Darmex Agro Group dan PT Duta Palma Group. Damex Agro Group sendiri, merupakan salah satu korporasi terbesar di Indonesia dalam sektor perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. Buktinya, perusahaan yang didirikan pada 1987 itu memiliki area perkebunan sawit yang tersebar di Provinsi Riau, seperti di Benai, Cerenti, Bangkinang, Siberida, Kota Tengah, Baserah dan Pelalawan.
Bahkan, taipan Surya Darmadi tercatat sebagai orang terkaya ke-28 di Indonesia menurut majalah Forbes pada tahun lalu. Nilai kekayaan konglomerat itu, ditaksir mencapai US$1,45 miliar setara Rp20,73 triliun.
Tetapi, konglomerat Surya Darmadi diduga telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus dugaan suap berupa pemberian hadiah atau janji terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan Tahun 2014. Akibatnya, komisi antirasuah menetapkan Surya sebagai tersangka pada 29 April lalu.
Atas perbuatannya, Surya Darmadi disangkakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 56 KUHP.
2. Samin Tan
Samin Tan merupakan salah satu pengusaha yang tercatat sebagai orang terkaya di Indonesia. Mempunyai kekayaan sebesar US$940 juta setara Rp13,4 triliun, Majalah Forbes pernah menempatkan pria kelahiran Tekuk Pinang, Provinsi Riau itu dalam urutan ke-28 sebagai orang terkaya Tahan Air pada 2011.
Taipan Samin Tan juga sempat menduduki jabatan krusial di beberapa korporat, seperti Chairman di Bumi Plc., pada 26 Mei 2012. Diketahui, perusahaan tersebut memiliki 28% saham di PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), yang merupakan perusahaan batu bara milik konglomerasi Bakrie.
Selain itu, Samin Tan juga pernah menjabat sebagai Komisaris Utama di BUMI per 21 Mei 2012. Posisi tersebut menggeser Bambang Suryo Sulisto yang merupakan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Nama Samin Tan juga pernah tercatat sebagai komisaris di PT Berau Coal Energy Tbk. (BRAU), yang juga anak usaha Bumi Plc.
Dalam perjalanan kariernya, Samin Tan juga tercatat sebagai pemilik PT Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk. (BORN). Di tangan Samin Tan, perusahaan tambang batu bara tersebut, dapat memproduksi batu bara berjenis metalurgi yang bermutu tinggi. Diperkirakan, perusahaan Samin Tan memiliki cadangan batu bara sebesar 69,2 juta ton.
Konglomerat Samin Tan tersandung kasus dugaan suap proses terminasi kontrak proyek PLTU Mulut Tambang Riau-1. Samin Tan diduga telah menyuap eks Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih untuk memuluskan proses terminasi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dengan Kementerian ESDM. Sebelumnya, BORN milik Samin Tan telah mengakusisi PT AKT.
Samin Tan diduga menyuap politisi partai berlambang pohon beringin itu sebesar Rp5 miliar.
Atas perbuatannya, Samin Tan disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
3. Johannes Budisutrisno Kotjo
Kotjo sapaan Johannes Budisutrisno Kotjo menduduki peringkat ke-116 dalam daftar 150 orang terkaya di Indonesia versi majalah Globe Asia pada 2016. Jumlah kekayaan Kotjo ditaksir mencapai US$267 juta atau setara dengan Rp3,7 triliun.
Pria kelahiran Semarang 10 Juni 1951 itu tercatat pernah mendirikan perusahaan bersama salah satu anak Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto, Bambang Trihatmodjo. Bersama Bambang, Kotjo mendirikan APAC Group. Adapun operasi bisnis dari perusahaan grup tersebut bergerak di sektor industri tekstil dan garmen, pembangkit listrik, perdagangan umum, serta real estate.
Diketahui, Kotjo juga menjadi pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd., yang bergerak di bidang energi. Dari perusahaan tersebut yang membawa Kotjo terjerat kasus korupsi.
Kotjo diduga telah menyuap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, sebesar Rp4,5 miliar. Selain itu, KPK menduga aliran uang tersebut juga mengalir kepada eks Sekjen Partai Golkar Idrus Marham, dan eks Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir. Diduga, uang suap tersebut untuk memuluskan proses penandatanganan kerjasama terkait pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
Dalam perkara itu, Kotjo telah divonis oleh majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta. Konglomerat Kotjo dijatuhkan hukuman kurungan penjara selama 2 tahun 8 bulan, serta denda sebesar Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan penjara.
4. Sjamsul Nursalim
Sjamsul Nursalim tercatat sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia pada 2018. Majalah Forbes menempatkan Sjamsul pada urutan ke-36 dari 50 konglomerat Tanah Air.
Kekayaan Sjamsul ditaksir mencapai US$810 juta atau setara Rp11,58 triliun pada akhir Desember 2018.
Di kancah bisnis, Sjamsul Nursalim tercatat sebagai pemilik sekaligus pendiri PT Gajah Tunggal Tbk. Perusahaan produsen ban GT Radial itu telah tercatat di PT Bursa Efek Indonesia dengan kode saham GJTL. Selain itu, konglomerat ini juga merupakan pendiri PT Mitra Adiperkasa Tbk. Perusahaan ritel yang menjual produk terkenal seperti Starbucks, Zara, Sogo, Burger King, Planet Sports, dan lain-lain itu juga telah listing di BEI dengan kode MAPI.
Dalam pusaran kasus rasuah, KPK menetapkan Sjamsul sebagai tersangka. Komisi antirasuah itu menduga, tersangka Syamsul tidak menjalankan tanggung jawabnya selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) untuk membayar hak tagih atau utang kepada negara sebesar Rp4,58 trilliun.
Atas perbuatannya, Sjamsul Nursalim disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.