Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan, terdapat 142 titik unjuk rasa dengan massa sebanyak 7.236 orang di 30 provinsi selama periode 29 Agustus sampai dengan 4 September, yang terkait penolakan kenaikan harga BBM.
"Diikuti oleh berbagai elemen. Ada dua yang anarkis yakni di Bengkulu dan NTB. Sedangkan di Sulsel terjadi penutupan jalan," kata dia dalam Rakor TPID yang dipantau online, Senin (5/9).
Kemudian, pada periode 5 sampai dengan 10 September, terdapat total 131 elemen yang berencana dan telah melakukan unjuk rasa. Aksi unjuk rasa tersebut akan diikuti oleh 28.971 orang di 27 provinsi.
Tiga provinsi dengan rencana elemen aksi tertinggi yaitu, Sultra (25 elemen), DKI Jakarta (17 elemen), dan NTB (11 elemen). Untuk tiga provinsi dengan jumlah massa aksi terbanyak yaitu DKI Jakarta (12.450 orang), DIY (2.200 orang) dan Sultra (1.891 orang).
"Unras yang perlu atensi, yakni pada 5 September yang dilakukan Aliansi Mahasiswa UIN (Sumsel), Universitas Halu Oleo (Sultra), dan PMII (DKI Jakarta. Untuk Selasa (6/9) yakni yang diadakan Partai Buruh dan FSPMI (DKI Jakarta)," papar dia.
Menurutnya, keluhan utama yang disampaikan para aksi demo adanya kekhawatiran terkait masalah kenaikan bahan pokok, harga LPG, tarif daftar listrik yang berpotensi naik, dan subsidi yang tidak tepat sasaran.
Untuk itu, dia berharap perlu kerja sama dari seluruh stakeholders, dalam melakukan upaya preemtif dan preventif terhadap kelompok-kelompok terkait. Hal itu untuk mereduksi dampak kenaikan harga BBM bersubsidi dan agar tidak terjadi unjuk rasa anarkis.
Selain itu, Mabes Polri juga menyiapkan bantuan sosial sebanyak 400.000 paket yang akan disalurkan melalui polda. Bantuan tersebut akan disalurkan kepada sasaran yang belum mendapatkan bantuan langsung tunai, bantuan subsidi upah, dan bantalan sosial lainnya.
"Nelayan, PKL, warung, mahasiswa, ojol dan serta kelompok potensian yang melakukan demo. Penyaluran bantuan agar bekerja sama dengan OKP, BEM, serikat buruh, ormas, elemen masyarakat lainnya, dan TNI," papar dia.