Kejaksaan Agung mengklarifikasi enam proyek pengadaan barang tahun anggaran 2019 yang dilakukan tanpa proses lelang. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri mengatakan, meski dilaukan dengan mekanisme penunjukkan langsung, prosesnya dilakukan sesuai aturan.
"Itu benar, akan tetapi kegiatan pengadaan barang/jasa tersebut telah dilakukan dengan cara penunjukan langsung dan telah sesuai Perpres Nomor 16 Tahun 2018," ucap Mukri dalam keterangan resmi, Selasa (12/11).
Menurutnya, pengadaan keenam proyek tersebut tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Hal ini lantaran dalam regulasi, penunjukkan langsung dapat dilakukan untuk proyek-proyek intelijen. Selain itu, jumlah masing-masing proyek tersebut bernilai maksimum Rp100 miliar.
Mukri menambahkan, penunjukan langsung dalam enam proyek pengadaan barang tersebut dilakukan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) melalui aplikasi daring Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Dari LKPP, Kejaksaan Agung mendapat rekomendasi perusahaan yang dapat menggarap proyek tersebut.
"Lembaga itu kemudian mengeluarkan dua rekomendasi tentang penunjukkan langsung terhadap enam proyek tersebut," ujar Mukri.
Proyek pengadaan barang di Kejaksaan Agung ini disoroti anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu. Masinton mempersoalkan perusahaan yang ditunjuk tidak tertera sesuai dengan alamat kantornya.
Berikut enam proyek di Kejaksaan Agung yang diduga dilakukan tanpa melalui proses lelang:
1. Pengadaan perangkat operasi intelijen senilai Rp73 miliar
2. Pengadaan peralatan counter surveilance tahap III dengan anggaran Rp379,8 miliar
3. Pengadaan peralatan pengoptimalan kemampuan monitoring centre Kejaksaan Agung senilai Rp182 miliar
4. Pengadaan sistem monitoring dan analisis siber Rp107,8 miliar
5. Pengadaan perangkat analisis digital siber dan persandian senilai Rp106,8 miliar
6. Pengadaan peralatan dan sistem manajemen informasi DPO dengan pagu anggaran Rp49,3 miliar.