Gubernur Papua Lukas Enembe mengancam menghentikan pemberian beasiswa pada para mahasiswa eksodus yang pulang ke Papua. Gubernur pun meminta para mahasiswa yang saat ini masih berada di kampung halamannya, agar kembali ke kota tempat mereka selama ini menuntut ilmu.
"Jika tidak mau pulang (ke tempat studi), saya hentikan semua beasiswa dari saya. Di mana beasiswa ini bukan hanya dari pemerintah provinsi, dari kabupaten dan kota juga memberikan beasiswa, orang tua juga membiayai," kata Lukas di Jayapura, Selasa (24/9).
Dia mengimbau para mahasiswa yang saat ini pulang kampung untuk kembali melanjutkan studinya di perguruan tinggi masing-masing. Mereka juga diminta tidak mengganggu ketertiban umum selama berada di Papua.
"Kami minta untuk hari ini (24/9) mahasiswa yang ada harus kembali ke kota studi masing-masing di mana kami sudah siap untuk mengangkut kembali. Tidak boleh ada lagi anarkis di Provinsi Papua, jadi para mahasiswa ini harus siap dikembalikan," katanya.
Para mahasiswa eksodus sebelumnya ditangkap polisi setelah diduga terlibat dalam kericuhan di Expo Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua, Senin (23/9). Sebanyak 733 mahasiswa ditangkap Polda Papua karena diduga terlibat dalam kerusuhan tersebut. Penangkapan dilakukan untuk memudahkan polisi melakukan pemeriksaan, guna mengungkap peranan masing-masing.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, mereka diduga turut melakukan tindakan anarkis seperti penyerangan, pembakaran, dan perusakan dalam aksi tersebut.
"Semuanya dalam proses pemeriksaan. Ada 733 orang, semua mahasiswa eksodus yang diperiksa, yang terlibat langsung dalam kerusuhan," kata Dedi di Humas Polri, Selasa (24/9).
Dedi menjelaskan kelompok massa yang menyerang adalah Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) eksodus (yang pulang ke Papua) yang dimanfaatkan oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Dalang dari peristiwa kericuhan itu pun diduga terorganisir.
"Dugaan dalang kerusuhan di Jayapura itu lebih kompleks. Untuk di Jayapura ada ULMWP yang berkomunikasi dengan KNPB. Nah KNPB memanfaatkan AMP. AMP ini, AMP yang eksodus, yang melakukan tindakan menyerang kepada aparat," kata Dedi menuturkan.
Kericuhan tersebut mengakibatkan tiga orang mahasiswa eksodus dan satu anggota TNI meninggal dunia. Sementara itu enam anggota brimob yang berada dalam keadaan kritis, masih menjalani perawatan di RS Bhayangkara.
Polisi menduga kericuhan akan terus terjadi sampai tanggal 27 September 2019, karena ada sidang PBB yang diselenggarakan di New York. Mereka diduga memiliki misi agar peristiwa di Papua masuk dalam pembahasan PBB. (Ant)