845 anak berusia di bawah lima tahun (balita) mengidap gizi buruk di Kabupaten Pandeglang, Banten. Sementara, 4.310 anak menderita stunting dari total 150.377 balita di Pandeglang.
Data tersebut merupakan hasil pemantauan sementara awal 2020 pada sistem elektronik pemantauan pertumbuhan gizi berbasis masyarakat (EPPGBM) milik Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang Raden Dewi Setiani mengatakan, jumlah penderita gizi buruk di Pandeglang mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya, yang hanya sebanyak 635 balita. Sedangkan untuk jumlah penderita stunting mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 8.203 balita.
"Hasil dari penimbangan posyandu di input ke sistem EPPGBM. Dari hasil posyandu itu berat badan dan tinggi badan balita yang ditimbang masuklah ke EPPGBM by name by address," kata Dewi saat dikonfirmasi, Senin (17/2).
Mayoritas penderita gizi buruk di Pandeglang mengidap gizi buruk disertai dengan penyakit penyerta seperti penyakit TBC, cacat mental dan diare. Hal ini terjadi karena lingkungan yang kurang sehat dan kekurangan air bersih.
"Setidaknya tiga faktor yang berpengaruh pada hidup sehat, seperti sanitasi, air bersih dan jamban keluarga yang layak," katanya
Penyakit diare paling berpengaruh menyebabkan gizi buruk karena seharusnya bayi balita itu tumbuh dengan gizinya. Ketika mengalami diare, gizinya tidak bisa diserap sehingga tidak tumbuh berkembang dengan baik.Penyakit diare timbul karena lingkungan yang tidak bersih, di antaranya budaya buang air besar (BAB) sembarangan.
"Dari (326) desa baru 20 desa yang bebas dari buang air sembarangan," katanya.
Sedangkan Stunting terhadap balita disebabkan beberapa faktor di Pandeglang, di antaranya pola asuh, akses makanan, sanitasi serta kesehatan lingkungan dan air bersih.
Semenjak calon ibu menikah seharusnya dicek apakah memiliki kesehatan mental dalam pernikahan dan kehamilan. Kemudian semasa remaja, apakah memiliki riwayat anemia, karena ketika hamil akan mengalami anemia kembali. Hal itu akan berdampak terhadap kelahiran bayi yang memiliki berat badan tidak normal.
Untuk menekan angka stunting, Dinkes Pandeglang menggelar program selasa berseri tanpa anemia (sarita) untuk remaja putri di sekolah-sekolah dan diberikan tablet tambah darah bagi pelajar SMP dan SMA mulai usia 10-19 tahun.
"Kami putus mata rantainya dari mulai remaja. Supaya remajanya sehat dulu. Ketika jadi ibu hamil, nanti bayinya juga sehat," katanya.