Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, memandang, perlintasan jalur kereta api masih mengkhawatirkan. Hal ini terlihat dari data yang dimilikinya bahwa sebesar 87% musibah kecelakaan terjadi di perlintasan tidak terjaga.
Djoko mengatakan, persentase tersebut secara jelas terlihat dalam 1.543 kali kecelakaan. Sebanyak 450 meninggal dunia, 418 luka berat dan 410 luka ringan.
"Jenis kendaraan yang terlibat 727 kendaraan roda empat atau lebih dan 1.055 roda dua atau roda tiga," katanya dalam keterangan, Jumat (16/6).
Sementara, berdasarkan data PT KAI per Juni 2023 menyebutkan, sejak 2018 hingga Mei 2023 telah terjadi 1.782 kali musibah kecelakaan di perlintasan sebidang. Dampak kecelakaan di perlintasan sudah pasti korban jiwa, yakni timbulnya korban jiwa meninggal dunia, luka berat, dan luka ringan dari petugas, penumpang dan pengguna jalan.
Kerusakan sarana, berupa kerusakan lokomotif, kereta dan gerbong. Kerusakan prasarana, berupa kerusakan rel, bantalan, jembatan dan alat persinyalan. Gangguan perjalanan KA dan pelayanan, berupa keterlambatan KA, penumpukan penumpang, overstappen. Bahkan, ada pula opportunity lost, berupa pembatalan tiket, pembatalan KA, Menurunnya tingkat kepercayaan pengguna jasa
"Kondisi perlintasan berbahaya, seperti perlintasan tanpa palang atau tidak terjaga, perlintasan dengan perpotongan tajam, perlintasan dengan kondisi aspal rusak, perlintasan yang tertutup bangunan, perlintasan setelah rel tikung, perlintasan curam," ucapnya.
Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat ini pun mengutip Surat Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) No IK.001/2/1 KNKT 2020 yang ditujukan kepada Dirjen Perkeretaapian tanggal 4 November 2020. Perihal Rekomendasi Keselamatan.
Pertama, dengan peningkatan kesadaran. Hal ini dilakukan pemikiran yang lebih sederhana dan solusi untuk membangun kesadaran akan bahaya melewati pintu perlintasan yang telah tertutup.
Kedua, koordinasi lintas sektoral dengan leading sector adalah Direktorat Jenderal Perkeretaapian.
Ketiga, defining 3E yaitu engineering, education, dan enforcement. Langkah pertama dengan menginventarisasi perlintasan sebidang, sementara kedua dengan edukasi dan sosialisasi, serta terakhir dengan mensinkronisasi peraturan, pemenuhan regulasi, dan pengawasan regulasi.
Ia pun menyampaikan, setiap provinsi kabupaten/kota membuat Rencana Aksi Keselamatan (RAK). Diupayakan Program RAK menjadi Pergub/Perbu/Perwal, dan jika diperlukan dapat diperdakan.
Memasukkan RAK dalam RPJMD Provinsi/Kabupaten/Kota 2025-2029, sehingga setiap program dalam RAK dapat dianggarkan setiap tahun.
Melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat untuk penyelesaiakan keselamatan dan keamanan perlintasan sebidang. Masih adanya kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang cukup mengkhawatirkan. Ingat, jangan hanya ingin cepat tetapi tidak selamat.