Bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad pesimistis rasa keadilan akan didapat oleh Novel Baswedan. Terutama apabila jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani kasus penyiraman terhadap penyidik senior KPK itu mengajukan upaya banding atau kasasi atas vonis dua pelaku, Rony Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette.
"Kalau kita berharap pada proses yang legal formalisik, misalnya, kita katakan begini ada upaya banding, ada upaya kasasi yang bisa dilakukan untuk mengejar keadilan, menurut saya bullshit," kata Samad dalam diskusi bertajuk "Menakar Nilai Keadilan Dalam Putusan Penyerang Novel Baswedan" yang disiarkan di Facebook ICW, Jumat (24/7).
Dia meyakini, keadilan tidak akan terwujud jika upaya yang dilakukan melalui proses hukum formal. Karena itu, dia meminta publik tidak menaruh harapan lebih akan ada putusan berat dari proses hukum formal jika JPU banding.
"Saya bisa pastikan, kalau sifatnya formalistik legalistik, banding, kasasi di sana (lalu) kita harap ada putusan yang sesuai dengan harapan, saya pastikan itu tidak kita temukan," tegas dia.
Keyakinan Samad didasarkan anggapan bahwa proses peradilan dalam kasus penyiram air keras telah terjadi pembelokan penegakan hukum. Karena itu, dia meminta Presiden Joko Widodo mengambil tindakan untuk segera meluruskan arah penegakan hukum.
"Kita mendorong kepada Presiden Jokowi bertanggungjawab pada kasus ini untuk segera meluruskan, bukan intervensi, meluruskan arah penegakan hukum. Karena Presiden punya kewajiban meluruskan," tegas Samad.
"Kalau ada arah penegakan hukum yang menyimpang, arah penegakan hukum yang korup, maka Presiden harus meluruskan. Kalau tidak, konsekuensinya negara ini bisa hancur," sambungnya.
Sebagai informasi, dua pelaku penyiram air keras Novel Baswedan yang merupakan anggota Polri, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, telah divonis bersalah oleh Pengadilan Jakarta Utara. Rahmat dijatuhi hukuman pidana selama dua tahun penjara. Sedangkan Ronny divonis pidana penjara selama 1,5 tahun.