Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, mengaku baru mengetahui kelompok Abu Sayyaf yang menculik lima Warga Negara Indonesia meminta tebusan dari running text di televisi.
Oleh karena itu, dia mengatakan belum ada pembicaraan ihwal permintaan kelompok Abu Sayyaf. Tetapi, dia memastikan pemerintah segera melakukan pembahasan terkait hal itu.
"Saya belum membicarakannya dan baru mendengar. Saya kira baru hari ini infonya. Jadi, belum sempat kami bicarakan, nanti dibicarakan," kata Mahfud di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (3/3).
Kelompok Abu Sayyaf meminta uang tebusan sebesar 30 juta Peso atau sekitar Rp8,4 miliar atas lima WNI yang disanderanya. Menurut Komandan Komando Mindanao Barat, Letjen Cirilito Sobejana, permintaan sejumlah uang itu terungkap setelah anak buahnya yang bertugas di Sulu menyadap pesan dari kelompok tersebut.
Kelompok Abu Sayyaf mengontak perusahaan di mana WNI itu bekerja sebagai nelayan. Dia mengatakan informasi itu juga diterima oleh petugas penghubung perusahaan tersebut yang berada di Filipina.
Sobejana menyebut tidak akan mengabulkan tuntutan tersebut. "Kami harus memegang teguh kebijakan menolak permintaan tebusan. Kami akan berusaha sebaik mungkin untuk menyelamatkan sandera. Itu adalah jaminan yang bisa saya sampaikan kepada para keluarga dan orang terkasih mereka," kata Sobejana dikutip dari Inquirer.net, Selasa (3/3).
Kapal ikan milik Malaysia berawak delapan WNI di perairan Tambisan, Lahad Datu, Sabah, pada Kamis 16 Januari 2020 pukul 20.00 waktu setempat, terkonfirmasi sebagai kasus penculikan oleh kelompok Abu Sayyaf.
Konfirmasi didapat ketika kapal ikan dengan nomor registrasi SSK 00543/F masuk kembali ke Perairan Tambisan, Lahad Datu, Sabah, dari arah Filipina pada 17 Januari 2020 pukul 21.10 waktu setempat
"Di dalam kapal itu terdapat tiga anak buah kapal (ABK) kapal WNI yang dilepaskan penculik, sementara lima ABK WNI lainnya dibawa kelompok penculik," sebut Kementerian Luar Negeri RI dalam keterangan tertulisnya.