Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengklarifikasi kepada Mantan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie terkait aliran dana korupsi KTP elektronik (e-KTP).
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan klarifikasi kepada pengusaha pemilik Grup Bakrie itu terkait dengan dugaan aliran dana proyek KTP elektronik untuk kegiatan Partai Golkar.
"Ya, salah satunya itu. Jadi, ada yang katakan digunakan untuk kegiatan Golkar. Jadi, harus ada konfirmasi. Jadi, harus mengonfirmasi berita acara pemeriksaan lainnya apakah benar apa tidak?" kata dia di Gedung KPK RI, Jakarta, dilansir Antara, Senin (2/7).
KPK pada hari Senin memanggil Aburizal sebagai saksi untuk dua tersangka dalam kasus KTP-el, yakni Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung.
"Ya, intinya pemanggilan saksi apabila ada suatu petunjuk. Jadi, harus konfirmasi apa ada kesaksian yang lain? Jadi, tidak bisa berdiri sendiri. Saya pikir itu hal yang biasa saja," ucap Basaria.
Sedianya, KPK memanggil Aburizal Bakrie pada hari Senin (2/7). Namun, yang bersangkutan tidak bisa hadir karena masih berada di luar negeri.
"Aburizal Bakrie tidak bisa hadir, tadi menyampaikan surat karena masih berada di luar negeri dan akan dijadwalkan ulang pada tanggal 17 Juli 2018," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi.
Selain Aburizal, anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Mulyadi dan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tamsil Linrung juga tidak memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi untuk dua tersangka tersebut.
"Mulyadi, anggota DPR RI tadi juga menyampaikan surat tidak bisa hadir karena hari ini ada kegiatan lain sehingga dijadwalkan ulang besok. Tamsil Linrung, anggota DPR RI sedang ada kunjungan kerja hari ini kami jadwalkan ulang pada tanggal 4 Juli," ungkap Febri.
Adapun dua saksi yang memenuhi panggilan KPK, yakni Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan mantan Sekjen Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni.
"Untuk saksi lain yang diperiksa hari ini tentu kami masih mendalami terkait dengan penganggaran dan dugaan aliran dana," kata Febri.
Irvanto yang merupakan keponakan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto telah ditetapkan bersama Made Oka, pengusaha sekaligus rekan Novanto, sebagai tersangka korupsi KTP-el pada tanggal 28 Februari 2018.
Irvanto diduga sejak awal mengikuti pengadaan KTP-el dengan perusahaannya, yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di Ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek KTP-el, dan juga diduga telah mengetahui ada permintaan fee sebesar 5% untuk mempermudah pengurusan anggaran KTP-el.
Irvanto diduga menerima total US$3,4 juta pada periode 19 Januari hingga 19 Februari 2012 yang diperuntukkan kepada Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara.
Made Oka adalah pemilih PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang investment company di Singapura yang diduga menjadi perusahaan penampung dana.
Made Oka melalui kedua perusahaannya diduga menerima total US$3,8 juta sebagai peruntukan kepada Novanto yang terdiri atas US$1,8 juta melalui perusahaan OEM Investment Pte. Ltd. dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy sebesar US$2 juta.
Made Oka diduga menjadi perantara uang suap untuk anggota DPR sebesar 5% dari proyek KTP-el.
Keduanya disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.