close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi barang bukti. Alinea.id/Mudji Prayitno
icon caption
Ilustrasi barang bukti. Alinea.id/Mudji Prayitno
Nasional
Rabu, 16 November 2022 06:16

Acakadut tata kelola barang bukti sitaan polisi

Barang bukti adalah benda sitaan yang perlu dikelola dengan tertib untuk mendukung proses penyidikan tindak pidana.
swipe

Suatu hari, Waluyo—bukan nama sebenarnya—bergegas dari rumahnya di kawasan Batu Ceper menuju Ciledug, Tangerang, Banten setelah mendapat kabar dari koleganya sesama pengusaha sepeda motor bekas bahwa ada orang yang ingin menjual tiga unit sepeda motor.

Namun, sesampainya di lokasi yang disepakati, Waluyo mengurungkan niatnya membeli tiga sepeda motor tersebut. Sebab, orang itu menjelaskan sepeda motor yang hendak dilepas adalah barang sitaan polisi dari salah satu polsek di kawasan Tangerang, yang sudah lima tahun tak digunakan.

"Dari tampilannya waktu itu kayaknya (sepeda) motor (hasil) curanmor (pencurian kendaraan bermotor)," kata Waluyo kepada Alinea.id, Selasa (8/11).

Ada alasan yang membuat Waluyo tak jadi membeli sepeda motor itu. Ia sudah kapok berurusan dengan polisi karena pernah dituduh sebagai penadah sepeda motor curian. Ia pun pernah diprotes pembeli lantaran sepeda motor yang dijualnya disita polisi saat di jalan karena dianggap sepeda motor curian yang sedang dicari.

"Urusannya ribet," kata Waluyo.

Penyalahgunaan oleh oknum

Penjualan sepeda motor yang diduga barang bukti hasil sitaan, seperti yang didapati Waluyo, bisa jadi terkait erat dengan tata kelola barang bukti. Penyalahgunaan barang bukti terbaru menyeret mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa. Teddy diduga telah memerintahkan anak buahnya menyisihkan barang bukti narkoba jenis sabu-sabu, dari hasil pengungkapan kasus untuk diedarkan.

Saat dikonfirmasi terkait pengelolaan barang bukti di kepolisian, Kepala bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah mengatakan, belum dapat berkomentar lebih jauh.

“Kami tidak terinformasi terkait hal tersebut,” ujar Nurul saat dihubungi, Rabu (9/11).

Petugas berada di dekat kendaraan sitaan milik tersangka kasus dugaan korupsi di Kantor Pusat PT ASABRI (Persero), Cawang, Jakarta, Sabtu (12/6/2021)./Foto Antara/Aprillio Akbar

Alinea.id juga sudah berusaha mengonfirmasi soal tata kelola barang bukti kepada Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan, serta anggota Kompolnas Poengky Indarti dan Benny Mamoto. Namun, belum ada tanggapan dari mereka hingga laporan ini dipublikasikan.

Sementara itu, koordinator penanganan kasus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat Yosua Octavian mengaku, sering kali berurusan dengan barang sitaan polisi saat ada warga yang ditangkap. Barang bukti yang disita itu, kata Yosua, sebenarnya tak terkait tindak kejahatan. Celakanya, barang yang disita kerap tak bisa diambil kembali oleh pemiliknya, dengan berbagai alasan.

“Banyak (oknum) pihak kepolisian yang masih bermain di sini. Misalkan, dalam kasus narkotika, ada orang ditangkap saat sedang berkendara. Maka, secara otomatis, kendaraan tersebut juga akan ikut disita,” kata Yosua, Selasa (8/11).

“Beberapa kali, kita coba mendorong keluarga dari tersangka untuk meminta kendaraan tersebut agar dapat digunakan. Tapi, hal ini sulit.”

Menurut Yosua, polisi kerap berdalih barang bukti tak bisa diambil karena perkara belum final atau diputuskan. Walau sebenarnya tidak terkait dengan tindak kejahatan yang diperbuat.

Yosua juga pernah punya pengalaman mendapati barang sitaan kliennya berupa satu unit mobil, banyak aksesori yang hilang setelah disita polisi dan Kejaksaan. Akan tetapi, ketika diminta pertanggungjawaban, kedua instansi itu saling lempar tanggung jawab.

"Pihak Kejaksaan berdalih tidak tahu menahu karena prinsipnya hanya menerima limpahan dari kepolisian," ucap Yosua.

Berdasarkan pengalamannya itu, Yosua memandang, sejauh ini barang bukti dan sitaan masih sangat rawan disalahgunakan oknum penegak hukum untuk diperjualbelikan atau dikuasai secara pribadi, sehingga akhirnya rusak.

"Maka secara hemat saya adalah setiap barang yang disita, namun tidak ada kaitannya atau setidaknya tidak relevan dengan perkara tersebut, maka seharusnya tidak perlu disita," tutur Yosua.

Yosua mengatakan, barang bukti dalam status sitaan yang dibiarkan tidak terurus selalu dianggap polisi wajar karena tak diurus sang pemilik. Padahal, sebenarnya barang bukti itu bisa dijaga dengan baik, walau nanti hendak dijadikan aset milik negara dengan mekanisme lelang.

"Jika berkaitan dengan lelang, ini hal yang berbeda. Lelang berkaitan dengan barang bukti yang disita dan dinyatakan dalam putusan dirampas oleh negara," ujar Yosua.

Lebih lanjut, ia berkata, sejauh ini tata kelola barang bukti dan sitaan di kepolisian masih sangat acakadut, sehingga rawan hilang atau disalahgunakan. Ia berpendapat, lebih baik polisi selalu menerbitkan surat pengeluaran barang bukti, yang memungkinkan dikembalikan ke keluarga pelaku, agar tak menumpuk di kantor polisi atau Kejaksaan.

“(Surat) ini untuk membuktikan jika, misalnya (sepeda) motor tersebut sedang disita oleh Polres XYZ karena dipakai Mr. Toni untuk mencuri emas di pasar,” kata dia.

"Surat tersebut diberikan kepada si pemilik motor. Apabila pemilik motor itu Mr. Toni, maka (barang) diberikan kepada istri atau orang tuanya.”

Memperlakukan barang bukti

Sebuah mobil mewah jenis Ferrari California milk tersangka kasus investasi bodong binary option (binomo) Indra Kesuma alias Indra Kenz disita penyidik Bareskrim Polri. Mobil itu tiba di Bareskrim pada Minggu (22/5/2022) setelah dikirim dari Medan ke Jakarta melalui ekspedisi kapal laut./Foto humas.polri.go.id

Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, barang bukti adalah benda sitaan yang perlu dikelola dengan tertib untuk mendukung proses penyidikan tindak pidana.

Dalam pasal 7 ayat (1) peraturan itu disebutkan, barang temuan yang diperoleh petugas Polri saat melakukan tindakan kepolisian atau ditemukan masyarakat berupa benda dan/atau alat yang ada kaitannya dengan peristiwa pidana yang terjadi atau ditinggalkan tersangka karena melarikan diri atau tersangka belum tertangkap.

Barang temuan, sebut pasal 7 ayat (2), dapat dijadikan barang bukti setelah dilakukan penyitaan oleh penyidik karena diduga seluruh atau sebagian benda dan/atau alat diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana, telah digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana, dan mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

Pengelolaan barang bukti, seturut peraturan itu, harus memenuhi prinsip legalitas, transparan, proporsional, akuntabel, serta efektif dan efisien. Disebutkan, barang bukti yang disita penyidik diserahkan kepada Pejabat Pengelola Barang Bukti (PPBB), yang juga anggota Polri yang ditunjuk berdasarkan surat perintah di kesatuan.

Dihubungi terpisah, pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, segala barang bukti hasil sitaan terkait kasus hukum diserahkan kepada Kejaksaan. Selanjutnya diputuskan hakim di pengadilan, apa yang mesti dilakukan terhadap barang bukti tersebut.

“Kemungkinan putusannya bisa tiga. Pertama, diserahkan kembali kepada pemilik, kedua disita untuk negara, dan ketiga dimusnahkan,” ujar Fickar, Selasa (8/11).

Untuk aset bergerak, seperti kendaraan bermotor, ujar Fickar, umumnya diputuskan dikembalikan kepada pemiliknya. Bila tak diketahui pemiliknya, maka putusannya biasanya disita untuk negara.

Fickar menerangkan, umumnya yang sering menjadi celah permainan oknum polisi adalah putusan pengadilan yang mengamanatkan barang sitaan dikembalikan kepada pemilik atau disita untuk negara.

“Akan tetapi putusan itu tidak dijalankan dan barang bukti malah dikuasai oknum,” ucap dia.

“Jika oknum tidak melaksanakan putusan, dia bisa dituduh mencuri barang milik orang lain atau korupsi menggelapkan harta, yang seharusnya diserahkan kepada negara, baik utuh barangnya maupun berupa hasil penjualannya.”

Infografik barang bukti. Alinea.id/Mudji

Oleh karenanya, sang pemilik barang bukti harus mengetahui betul isi putusan pengadilan, sehingga bila dikuasai oknum penegak hukum, bisa dilaporkan sebagai pencurian atau penggelapan.

"Kalau sudah seperti itu, dilaporkan secara resmi kepada kepolisian,” tutur dia.

“Jika tidak ada reaksi, sebaiknya viralkan agar oknum yang menguasai barang bukti itu malu dan ketakutan karena menguasai milik orang lain.”

Di sisi lain, Fickar pesimis. Perbaikan sistem secanggih apa pun, katanya, tak bakal mengubah tata kelola barang bukti menjadi lebih baik. Jika tak diiringi mental yang jujur dari penegak hukum.

“Jika SDM (sumber daya manusia) baik, kurang sempurna apa pun sistem, tetap akan menghasilkan kinerja yang baik,” katanya.

“Sebaliknya, secanggih apa pun sistem, jika SDM buruk, pasti akan menghasilkan kinerja pemerintahan yang buruk dan korup.”

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan