Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto, memandang positif wacana penggodokan qanun (peraturan daerah) Provinsi Aceh tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Ibadah Haji dan Umrah di tengah pandemi Covid-19. Ia yakin wacana tersebut bertujuan baik untuk masyarakat di Aceh.
Namun demikian, terlepas dari kewenangan khusus yang diberikan pusat untuk Aceh, sejatinya regulasi ini harus tetap dikonsultasikan dengan pemerintah pusat. Dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Agama (Kemenag), serta Komisi VIII DPR.
"Dalam rangka mengurai beban pusat dalam hal masalah haji dan umrah, saya kira menarik untuk kita cermati. Tetapi tentu karena kita NKRI, maka peraturan itu tetap harus dikonsultasikan ke Kemendagri. Nah karena ini masalah haji, maka juga harus dikonsultasikan ke Kemenag dan Komisi VIII DPR," jelas Yandri kepada media, Kamis (18/6).
Jika wacana ini memang serius, DPR perlu mengetahui konsep dan kerangka berpikir dari qanun tersebut. Politikus PAN itu mengatakan, akan membicarakan kemungkinan mengundang Pemprov Aceh, atau mengunjungi secara langsung.
Kendati begitu,Yandri meminta tidak ada pihak yang menjadikan wacana ini sebagai polemik. Baginya, wacana qanun tersebut harus dilihat ke dalam beberapa sudut pandang. Salah satunya untuk mengurai antrean jemaah haji di Tanah Air.
"Kalau misalkan mereka mengatur sendiri, dalam artian lobi mereka ke Saudi dilakukan secara mandiri, menurut saya itu bagus juga. Kan tidak mengganggu kuota di Indonesia secara umum. Artinya antrean panjang yang sekitar 5 juta calon jemaah haji itu, bisa terurai sedikit demi sedikit. Sehingga memperpendek antrean. Aceh mungkin mempunyai jalur khusus dengan Kerajaan Saudi," tandasnya.
Lebih jauh, Yandri mengingatkan agar Kemenag proaktif akan wacana qanun ini. Ia berharap Kemenag dapat membangun komunikasi yang konstruktif dengan Pemprov Aceh dan jangan membuat suasana keruh atau tidak nyaman.
Sebelumnya diberitakan, setelah pemerintah pusat memutuskan untuk tidak memberangkatkan ibadah Haji 2020 lantaran pandemi Covid-19, Pemprov Aceh menggodok qanun guna mendapat kuota haji secara mandiri.
Ada dua regulasi yang dijadikan landasan hukum atas qanun ini. Yakni UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.