Sedikitnya terjadi 17 kasus kekerasan yang melibatkan siswa dan guru selama 2021. Angka tersebut berdasarkan hasil pemantauan media dan pengawasan perundungan di satuan pendidikan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
KPAI mendorong satuan pendidikan berani mengakui dan mengumumkan adanya kasus kekerasan fisik, kekerasan seksual, hingga perundungan. Satuan pendidikan pun diminta menyampaikan permintaan maaf atas terjadinya peristiwa itu.
"Jangan ditutupi dengan menganggap sebagai aib, tetapi wajib melaporkan kepada pihak kepolisian agar pelaku diproses hukum sehingga ada efek jera dan tidak ada korban lagi di satuan pendidikan tersebut," ujar Komisioner KPAI, Retno Listyarti, dalam keterangan tertulis Rabu (29/12).
Berdasarkan data KPAI, kasus kekerasan fisik/perundungan terjadi di Jawa Barat, Jawa Timur, Daerah istimewa Yogyakarta (DIY), DKI Jakarta, Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Utara, NTT, NTB, dan Sumatera Selatan. Jenis kasus yang terjadi, yakni berbasis SARA sebanyak 1 kasus, perundungan 6 kasus, dan tawuran pelajar 10 kasus.
Data itu, menurut Retno, menunjukkan masih marak terjadi tawuran pelajar saat pandemi Covid-19, di mana kebijakan pertemuan tatap muka (PTM) tidak sesering saat kondisi normal. Bahkan, menurut data Polres Kota Bogor, terjadi peningkatan kasus tawuran pelajar sepanjang 2021.
Para pelaku kekerasan terdiri dari teman sebaya (11 kasus), guru (3 kasus), orang tua (1 kasus), pembina (1 kasus), hingga kepala sekolah (1 kasus). Mayoritas korban adalah anak-anak. Hanya ada satu guru yang menjadi sasaran pengeroyokan oleh orang tua siswa.
Sebanyak lima korban dilaporkan meninggal dunia akibat tawuran. Selain itu, seorang siswa meninggal karena dianiaya gurunya dan satu murid di Musi Rawas, Sumatera Selatan, mengalami kelumpuhan setelah dikeroyok teman sebayanya.