Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Okky Wiratama mengungkap ada 48 anak dari 327 orang yang ditangkap oleh polisi pascaunjuk rasa 24-30 September 2019.
Temuan tersebut, dikatakan Okky berdasarkan aduan yang diterima LBH Jakarta. Di sisi lain, dia menemukan fakta bahwa saat ditangkap, anak-anak tidak ditempatkan di unit Pelayanan dan Perlindungan Anak (PPA).
"Terdapat 48 anak ditangkap dari 327 yang (aduannya) masuk ke LBH Jakarta. Jadi, 327 termasuk anak, dewasa, pelajar, apa pun itu. Tapi, yang umurnya di bawah 18 tahun kami mendata ada 48 orang anak," jelas Okky dalam diskusi peringatan hari anak di Jakarta, Rabu (20/11).
Lebih jauh, mengenai penanganan di luar unit PPA, Okky menemukan bahwa anak-anak yang ditangkap Polda Metro Jaya saat demonstrasi 25 September lalu ditempatkan di unit narkotika dan unit kejahatan dan kekerasan (jatanras).
"Saya berpikir bahwa kalau anak-anak seharusnya sudah pasti diperiksa di PPA, karena kan urusan anak. Dan penyidik juga tahu bagaimana memperlakukan anak. Ternyata tidak, bukan di PPA, (tapi) di unit-unit yang lain. Ini bahaya, ini temuan LBH Jakarta," jelas dia.
Sementara itu perwakilan Federasi Pelajar Jakarta (Fijar), Marcel menegaskan pelajar mengikuti unjuk rasa bukan mencari kerusuhan. Ihwal itu dicontohkannya dengan aksi yang dilakukan pada 28 Oktober lalu saat memperingati Sumpah Pemuda.
Aksi yang dimaksud, diketahui berlangsung di jalan MH. Thamrin sampai Medan Merdeka Barat, Jakarta. Selain pelajar, juga diikuti oleh mahasiswa, buruh, dan masyarakat sipil.
Saat itu, kata dia, pelajar menyampaikan pendapatnya secara damai. Mengutarakan aspirasi secara damai dilakukan untuk mengurangi resiko yang dapat menimpa mereka.
Menariknya, selain turut membawa tujuh tuntutan plus satu yang dibawa massa aksi, pada aksi 28 Oktober mereka juga membawa suatu misi lain.
"Pada demo itu tujuan sampingnya kita (pelajar) ingin menghentikan tawuran yang terjadi di seluruh Indonesia," tegas dia.