close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi bisnis paranormal di era digital. Alinea.id/Dwi Setiawan
icon caption
Ilustrasi bisnis paranormal di era digital. Alinea.id/Dwi Setiawan
Nasional
Minggu, 02 Agustus 2020 16:26

Ada Mbah Dukun sedang jualan di medsos...

Jasa pengasihan, pelet, gendam, dan susuk kini dapat dengan mudah ditemui di media sosial.
swipe

Entos--bukan nama sebenarnya--tak ingat lagi nama dukun yang pernah ia datangi di Rangkasbitung, Banten. Yang ia ingat sang dukun sudah kelewat uzur. Yang juga membekas jelas di ingatan Entos ialah bagaimana orang "sakti" itu mengobatinya. 

"Sudah meninggal kali (dukun itu) sekarang mah," kata Entos saat berbincang dengan Alinea.id di teras rumahnya di kawasan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (1/8).

Entos kini genap 60 tahun. Sekitar tujuh tahun Entos mendadak menderita penyakit aneh. Merasa dikerjai orang, Entos memutuskan berobat ke dukun yang terkenal moncer. Bersama istri dan saudaranya, jarak ratusan kilometer pun ia tempuh.

Di rumah sang dukun, Entos mengungkapkan, ia diminta tidur terlentang di sebuah ruangan. Ia hanya mengenakan celana dalam. Di langit-langit ruangan itu, tergantung tiga keris berbeda ukuran.

Di sudut ruangan yang lain, seekor burung jalak dalam sangkar tergantung. Bersama 12 macam kue yang jumlahnya "tak terhingga", burung itu dibawa Entos sebagai persyaratan pengobatan dari sang dukun.

"Bentuk kuenya disusun kayak candi. Kan ada burung jalak suren, itu ditempelin keris. Eh, burungnya langsung mati. Terus burungnya dimasukin ke dalam candi dari kue itu," kenang Entos. 

Sepanjang proses pengobatan, Entos tetap sadar. Ia melihat beragam hal janggal. Ia menyaksikan tiga keris yang ada di atas tubuhnya berputar-putar hingga salah satu keris menyentuh perutnya. 

Oleh sang dukun, Entos juga ditunjukkan sebuah kain yang bergulung-gulung. Di dalamnya, ada tali berwarna merah dan putih, tiga paku dengan panjang beragam, sebongkah batu bata, dan arang. 

"Diterjemahkan sama dia (dukun), bata ini agar darah (saya) kering dihisap sama bata. Arang biar komunikasi (saya) enggak dipercaya sama siapa pun. Kalau paku, buat ngebolongin jalan darah biar keserap batu bata," tutur Entos. 

Ia juga diberi tahu bahwa penyakitnya adalah "kiriman" seorang balian dukun di Sukabumi, Jawa Barat. Namun, Entos dilarang membalas. "Saya sih percaya enggak percaya. Dibilang percaya, ya (sembuh). Percaya juga jangan balas dendam," ujarnya.

Setelah diobati, Entos pun pulang ke rumah. Nahasnya, tak lama setelah kepulangan Entos, anaknya tiba-tiba mendadak sakit. Menurut Entos, "kiriman" lain datang ke rumahnya. "Ada yang muter-muter kayak kunang-kunang (di depan rumah). Enggak lama anak saya keluar darah merah yang sudah keras dari hidung sama kupingnya," ujar dia. 

Entos kemudian membawa sang anak ke dukun yang mengobatinya. Namun, sang dukung angkat tangan. Nyawa sang anak sudah tidak tertolong lagi. "Kata dukun namanya teluh engkreng. Jadi, teluh itu mau hantam saya, tapi enggak kena sama saya. Terus malah kena orang lain. Kebetulan ada anak saya," katanya.

Entos mengaku itu kali terakhir dia meminta bantuan kepada dukun. Setelah anaknya meninggal, Entos tak pernah berurusan dengan dunia klenik. "Kalau minta pengobatan kayak gitu, selain ke Allah kan musyrik," ujarnya.

Pengalaman Entos bisa dikata merupakan kisah klasik bisnis perdukunan. Di masa lalu, para dukun lazimnya hanya diketahui keberadaannya dari cerita mulut ke mulut. Adapun dukun-dukun yang lumayan kondang biasanya ngiklan di majalah dan koran. 

Namun, itu cerita lama. Kini, para dukun bisa dengan mudah ditemui di jagat maya. Di media sosial, mereka menjual jasa secara terang-terangan. Bahkan, ada sejumlah dukun yang punya situs khusus di internet untuk mempromosikan jasa mereka.

Ilustrasi aktivitas paranormal. Foto Unsplash

Bisnis paranormal di era digital 

Transformasi era digital itu setidaknya dilakukan oleh Kyai Pamungkas. Paranormal asal Jombang, Jawa Timur itu sudah tiga tahun menjajal Instagram, Facebook, dan Twitter untuk jualan jasa. Ia bahkan telah punya website sendiri. 

Peralihan itu, kata Pamungkas, terpaksa dilakukan karena media konvensional tidak lagi bisa diandalkan. Sebelumnya, ia menjual jasa di media cetak semisal di majalah Misteri, Liberty, Posko, dan koran Pos Kota. 

"Puncak kolaps saya mungkin 2015-2017. Bisa dibilang kolaps paranormal bareng sama kolaps media cetak. Karena mereka kehilangan pembaca, kami pun terkena dampaknya. Akhirnya, kami pun pindah ke online, seperti web, dan aneka medsos," ujarnya kepada Alinea.id, Rabu (29/7) lalu. 

Pamungkas mulai membuka praktik sejak awal 1990-an. Jasa yang ia tawarkan beragam, mulai dari pengasihan hingga penglaris usaha. Meski platform jualannya berubah, Pamungkas mengatakan, jenis klien yang datang kepadanya tidak jauh berbeda dengan dulu. 

"Beda di pola pikir saja, makin kritis. Orang-orang dengan segala masalah pernah datang, dari wanita malam sampai calon pemimpin daerah. Masalah dan permintaan pun sama dengan zaman dulu. Bedanya, dulu ada salam tempel. Sekarang minta nomor rekening, bahkan Go-pay," kata dia. 

Meskipun pada mulanya sulit beradaptasi, Pamungkas mengakui, jualan di media sosial dan internet jauh menjanjikan. Di medsos, jualannya bisa menjangkau semua lapisan masyarakat. "Karena media sosial kolam iklan tanpa batas. Tinggal pintar-pintarnya kita mengail saja. Pasar lebih fresh," kata dia. 

Pamungkas menuturkan, banyak paranormal gulung tikar lantaran tak mau beradaptasi dengan perkembangan zaman. Padahal, bisnis perdukunan berbasis kepercayaan. Dengan lincah, ia menjelaskan beragam platform yang bisa digunakan untuk menumbuhkan kepercayaan para klien terhadap keahliannya. 

"Medsos juga merangkul anak kekinian, aset klien masa depan yang bisa dididik dari dini. Sedangkan Google Map atau Google Bisnis juga tak kalah vital. Ini media yang meyakinkan ke klien kalau kami benar-benar ada, bukan fiktif, bukan penipuan. Bisa dilihat dari ulasan dan bintang-bintang yang bagus rating-nya," kata dia. 

Paranormal Kyai Pamungkas berfoto dengan latar belakang simbol Nahdlatul Ulama. Foto dokumentasi paranormal-indonesia.com

Pada era pandemi Covid-19, Pamungkas mengaku tetap jualan. Namun, karena kontak fisik dan tatap muka dilarang, Pamungkas kini membuka layanan secara daring. Apalagi, tempat praktiknya di kawasan Condet, Jakarta Timur, tergolong zona merah. 

"Permintaan bantuan naik seratus persen. Datang langsung ke tempat turun seratus. Kawasan kami daerah merah, jadi sempat beberapa bulan setop terima tamu langsung. Komunikasi lewat medsos, WhatsApp, Zoom, video call, dan lain-lain," terang pria berusia 45 tahun itu. 

Tak seperti sektor lainnya, Pamungkas mengungkapkan, bisnisnya justru sedang bergairah. Menurut dia, banyak orang butuh jasa dukun karena beratnya persoalan-persoalan hidup yang mereka hadapi di tengah pandemi Covid-19.

"Efek Corona memang dahsyat. Banyak yang rumah tangganya kacau terimbas masalah ini. Contoh sederhana, tempat kerja kolaps karena Corona, kena PHK, dapur tidak ngebul, anak menjerit, pasangan minta udahan. Ini merembet kemana-mana gara-gara Covid. Belum lagi yang bubaran karena enggak bisa ketemu karena Covid-19," ujarnya.

Selain yang terkait pandemi, Pamungkas menyatakan, jasa mempercantik diri juga tengah booming. "Back-up aura. Biasanya buat wanita-wanita karier atau biar pasangannya tidak berpaling. Selain dengan botok dan semacamnya untuk rawat kecantikan luar, mereka juga buka aura untuk back-up inner beauty-nya," tutur dia.

Jika Pamungkas jualan jasa, langkah berbeda diambil paranormal Reza Rahasia. Sejak dua tahun lalu, Reza jualan konten di Youtube. Isi kontennya kebanyakan membahas praktik-praktik perdukunan yang dianggap menyesatkan.

"Saya merasa banyak masyarakat yang terjebak akibat melihat praktik pengobatan paranormal. Contoh kecil, banyak orang berpusat pada qodam. Ada juga yang bersekutu pada jin dengan kesaktian pesugihan dan lain sebagainya," ujarnya kepada Alinea.id, Rabu (29/7).

Reza mengatakan, konten-konten yang ia bikin bertujuan untuk menghadirkan perspektif mengenai praktik-praktik bernuansa gaib. Apalagi, banyak orang yang cenderung tidak percaya dengan para dukun atau paranormal. 

"Semisal ada yang bertanya Ningsih Tinampi yang bisa manggil Rasullullah dan manggil malaikat atau pengobatan Ustaz Danu. Nah, saya memberikan format pemikiran," kata Reza. 

Ningsih Tinampi adalah dukun asal Pasuruan, Jawa Timur, yang rajin mempertontonkan praktik pengobatannya di Instagram dan Youtube. Adapun Ustaz Danu ialah ulama yang kondang dengan pengobatan lewat doa. "Bukan pribadi paranormalnya yang saya kritik, melainkan pola pikir masyarakat," imbuh Reza. 

Ketimbang media konvesional, Reza memilih Youtube karena lebih bebas berkreasi. Menurut dia, rata-rata audiens menyukai konten-konten yang mengungkap misteri di balik kisah-kisah historis di masa lampau. 

Ditanya soal kapitalisasi, Reza tak memungkiri ia juga berharap kecipratan cuan dari konten-kontennya. "Tapi, itu bonus saja. Kalau kata orang Jawa, enggak ngoyo-lah," ujar dia.

 Ilustrasi aktivitas paranormal. Foto Instagram @mbahmanden

Kenapa jasa dukun tetap diminati?

Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Daisy Indira Yasmine menilai wajar bila praktik perdukunan masih eksis hingga saat ini. Menurut dia, banyak orang menggunakan jasa dukun untuk menjawab persoalan-persoalan hidup yang seolah-olah tak punya solusi.

"Institusi pemerintah dan institusi modern masyarakat kita belum bisa memberikan jawaban yang lebih konkret dan mengena pada persoalan-persoalan kehidupan warga sehari hari. Jasa ini bukan hanya diminati rakyat kecil saja," kata dia.  

Daisy mengatakan bertahannya bisnis perdukunan di era modern mengindikasikan bahwa masyarakat masih percaya dengan eksistensi alam gaib dan orang-orang "pintar" yang memahaminya. "Sampai saat ini, posisi mereka tidak hilang karena seringkali tumpang tindih dengan kebudayaan setempat," ucap Daisy.

Meski menganggap berjualan jasa di medsos sebagai sesuatu yang wajar, Daisy mengatakan pertemuan antara media sosial dan praktik-praktik perdukunan perlu dicermati. Ia khawatir komersialisasi kegaiban menggerus rasionalitas publik. 

"Walhasil, kepintaran atau ilmu itu dimanipulasi sedemikian rupa menjadi komoditi. Nah, ini yang membahayakan bagi warga umum. Praktik penipuan bisa terjadi, rasionalitas juga jadi kurang berkembang. Lalu bisa jadi yang mereka perjualbelikan adalah sugesti," imbuhnya.

 

Guru besar psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Koentjoro mengatakan faktor utama penyebab orang-orang pergi ke dukun ialah rendahnya kepercayaan diri mereka. Menurut dia, praktik perdukunan akan luntur dengan sendirinya jika iman masyarakat kuat terhadap agama dan Tuhan.

"Sebetulnya, itu (berkonsultasi dengan dukun) perilaku irasional. Tetapi paling tidak dengan seseorang berhubungan dengan dukun itu dia sudah merasa aman, kemudian dia mantap dan percaya diri," ujarnya kepada Alinea.id, Jumat (31/7).

Secara ilmiah, Koentjoro mengatakan, belum ada kajian yang mengamini kesaktian para dukun. "Kalau kemudian mereka berhasil, kadang-kadang pertanyaannya adalah apakah ini jasa dukun atau seseorang itu sudah mantap, punya keyakinan," tutur dia. 

Menurut Koentjoro, bisnis perdukunan cenderung resilien karena peminatnya yang selalu ada. Ia menyebut dua alasan. Pertama, banyak orang butuh kenyamanan. Kedua, maraknya orang yang ingin potong kompas. "Karena mereka tidak mau kerja keras, mereka bekerja dengan memelihara tuyul. Untuk mendapatkan tuyul, dia harus datang ke dukun," ujar dia. 

Soal invasi dukun ke media sosial, Koentjoro sepakat, langkah itu efektif untuk promosi jasa dan mempererat hubungan para dukun dengan pasien. Ia juga menyebut praktik-praktik perdukunan secara online berpeluang jadi ajang tipu-tipu.

"Terlebih jika pengguna jasa tersebut mendapatkan apa yang diinginkan. Akhirnya apa? Hubungan ini terjadi dan akhirnya dia (klien dukun) dijadikan ATM," kata dia. 

Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan meminta publik berhati-hati dalam menyikapi praktik perdukunan yang kini merambah di dunia maya. Jika merasa ditipu, masyarakat bisa melaporkan pratik perdukunan menggunakan sejumlah pasal di KUHP. 

"Masih bisa pakai pasal-pasal pemalsuan atau membuat keterangan palsu. Banyak itu turunannya. Begitu juga menggunakan UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik). Banyak sekali yang bisa dimanfaatkan dan dipergunakan," ujar politikus PDI-Perjuangan tersebut.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan