close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat (tengah) didampingi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Slius (kiri) dan Wakil Ketua Internal Komnas HAM Ansori Sinungan (kanan). Antara Foto
icon caption
Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat (tengah) didampingi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Slius (kiri) dan Wakil Ketua Internal Komnas HAM Ansori Sinungan (kanan). Antara Foto
Nasional
Selasa, 16 Juli 2019 19:53

Ada sengketa tanah dalam laporan masyarakat ke Komnas HAM

Dalam sebulan, Komnas HAM bisa terima 100 aduan dari masyarakat.
swipe

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM mencatat jumlah kasus yang ditangani setiap tahunnya terus menurun. Adanya penurunan kasus tersebut terungkap melalui data Komnas HAM tahun 2016, 2017, dan 2018.

Berdasarkan data yang diterima Alinea.id, pada 2016 tercatat ada 2.103 kasus yang ditangani Komnas HAM. Jumlah tersebut terdiri atas penanganan pemantauan sebanyak 1.291 kasus dan sisanya 812 kasus melalui mediasi.

Di tahun berikutnya atau pada 2017, terjadi penurunan hampir dua kali lipat atau menjadi 1.138 kasus. Kasus-kasus tersebut terdiri atas 1.162 penanganan dengan cara pemantauan dan 176 kasus dengan cara mediasi.

"Memang jumlah kasusnya menurun, karena Komnas HAM bekerja untuk menyelesaikan dan menutup aduan tersebut," kata Komisioner Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab, di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (16/7).

Selanjutnya, kata Amiruddin, pada 2018 tercatat ada penambahan kasus walau tak banyak menjadi 1.166 kasus. Jumlah tersebut terdiri atas dua penanganan yakni pemantauan sebanyak 901 kasus dan mediasi 265 kasus.

"Kami setiap harinya menerima aduan dari masyarakat. Ada kasus baru dan kasus lanjutan. Pada empat bulan pertama tahun ini saja kami sudah menerima 525 kasus,” katanya.

Amiruddin menjelaskan, dalam menangani aduan masyarakat, Komnas HAM membaginya menjadi dua ranah. Pertama, penangaan dengan cara pemantauan. Kedua, dengan cara mediasi. 

Amiruddin menjelaskan, kasus yang ditangani dengan cara penanganan melalui pemantauan yakni, penyelesaian kasus dilakukan dengan korespondensi antara pengadu dan Komnas HAM. Setelah itu, melakukan klarifikasi dan memanggil pihak-pihak terkait apabila diperlukan.

"Kemudian, kami turun ke lapangan untuk melihat langsung tempat persoalan yang dilaporkan," kata Amiruddin.

Sedangkan dengan cara mediasi, yakni Komnas HAM mmpertemukan antara pelapor dengan yang terlapor. "Sehingga kedua belah pihak bersepakat menyelesaikan dengan cara yang paling baik di dalam pengawasan kami,' ucap dia.

Amiruddin mengatakan, pihaknya mendapati pelapor berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari perseorangan sampai sekelompok orang. Para pelapornya pun tidak hanya berasal dari Ibu Kota, melainkan juga ada yang berasal dari Sabang sampai Merauke.

“Sebulan bisa saja kami terima 100 aduan,” ujar Amiruddin. "Ada yang mengadu melalui surat (pos) maupun datang langsung ke Komnas HAM.”

Nantinya, aduan tersebut akan masuk dalam satu berkas dan menjadi satu kasus. Apabila pelapor mengadukan kembali terkait kasus sama, maka berkasnya masih menjadi satu bagian dari kasus tersebut.

"Misalnya, ada suami melakukan KDRT ke istrinya. Kemudian mengadu ke polisi. Karena laporan di polisi tidak diproses, istri mengadu ke Komnas HAM. Maka itu menjadi berkas dan kasus. Setelah itu, ada keluarganya yang mengadu lagi terkait aduan istri tadi, maka tetap menjadi satu kasus dan berkas," ucap dia.

Lebih lanjut, kata Amiruddin, meski terjadi penurunan kasus yang ditangani, namun kasus yang diadukan masyarakat jenisnya semakin bertambah.

"Jadi, jenis aduan atau pos baru yang dilaporkan masyarakat ke kita semakin banyak macamnya. Misalkan, kalau dulu terkait tindak kekerasan dan PHK. Nah, kalau sekarang ada soal sengketa tanah dan lainnya," ujar Amiruddin.

img
Eka Setiyaningsih
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan