Adakah harapan orangutan hidup dan beranak pinak?
19 Agustus dikenal sebagai Hari Internasional Orangutan. Primata yang memiliki kemiripan DNA 97% dengan manusia ini, nyatanya masih belum merdeka di habitatnya yang sebagian besar hidup di hutan Kalimantan dan Sumatra.
CEO Borneo Orangutan Survival Foundation, Jamartin Sihite menyebut, upaya konservasi orangutan selalu berhadapan dengan habitat orangutan di Indonesia.
"Konversi lahan untuk perkebunan sawit dan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) telah mempersempit habitat orangutan. Dampak yang terjadi adalah konflik orangutan dengan manusia tidak bisa dihindari," ujar Jamartin Sihite kepada Alinea.id, beberapa waktu lalu.
Orangutan sebagai primata yang makanan alaminya berasal dari buah-buahan (frugivore) dan serangga, berperan besar dalam meregenerasi pohon di hutan.
Sebagai makhluk penjelajah, orangutan merupakan penyebar benih buah, baik melalui 'feses' atau dengan membawa dan membuahi benih saat mereka melewati pepohonan. Itu sebabnya orangutan memiliki peran penting agar manusia bisa terus mendapatkan okisgen, yang berasal dari pepohonan.
Tidak ada yang mengetahui persis jumlah populasi orangutan saat ini. Tetapi yang jelas Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan Orangutan Sumatra (Pongo abelii) sudah ditetapkan oleh World Conservation (IUCN RED LIST 2017) sebagai hewan Sangat Terancam Punah.
Sekitar akhir tahun lalu, Indonesia juga resmi mempublikasikan temuan spesies baru Orangutan Tapanuli, yang habitatnya berada di ekosistem Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Meski baru ditemukan, nasib Orangutan Tapanuli ini pun juga berada diambang kepunahan.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup, Wiranto, mengakui adanya populasi orangutan yang terancam ini.
"Habitat (yang ada) harus dikelola dengan benar, tidak ada lagi fragmentasi misalnya pembukaan lahan," ujar Wiranto melalui keterangan tertulisnya.
Namun, apakah masih ada harapan untuk orangutan agar bisa hidup nyaman di habitat alaminya? Pasalnya, pemerintah Indonesia saat ini sedang menyusun langkah lanjutan guna menggenjot produksi sawit.
Penundaan peraturan penggunaan biodiesel dari kelapa sawit hingga 2030 oleh Parlemen Eropa merupakan peluang besar Indonesia untuk bisa mengekspor hasil panen kelapa sawitnya.
Menteri KLHK Siti Nurbaya, pada satu kesempatan berbicara langsung bahwa saat ini, pihaknya menyusun kampanye yang luas dan masif. Salah satunya upaya Indonesia menghadapi konflik dengan satwa ataupun masyarakat adat yang tinggal di area hutan dan dijadikan lahan kelapa sawit.
"Strateginya antara lain, menyampaikan secara luas usaha yang kita lakukan. Baik di deforestasi, gambut, masyarakat hukum adat, di satwa liar yang terdampak kebun sawit, dan lain-lain. Juga soal tenaga kerja," ujarnya di Kemenko Perekonomian beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Manajer Perlindungan Habitat Centre for Orangutan Protection (COP) Ramadhani, mengungkapkan, sejak 2011, telah ditemukan 14 orangutan mati secara tidak wajar di lahan perkebunan kelapa sawit. Namun, dari belasan kasus ini, hanya beberapa saja yang tersentuh hukum.
"Dari catatan COP hanya tiga kasus saja yang sampai ke jalur hukum dan divonis," jelas Dhani kepada Alinea.id, Minggu (19/8).
Kasus-kasus kematian orangutan tersebut di antaranya, pada Agustsus 2011 di PT STP, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Dimana ditemukan tiga tengkorak orangutan yang berserakan dalam satu titik lokasi. Penanganan hukum oleh pihak berwenang tidak berjalan.
Bergeser ke 2013, tepatnya di bulan Februari. Ditemukan satu individu orangutan mati di kebun sawit milik PT KHS, Kalimantan Tengah. Dari kejadian ini, pelaku tidak ditemukan dan belum ada tindakan lebih lanjut oleh pihak berwajib.
Pada 26 Maret 2013, tim gabungan COP dan Friends of National Park Foundation (FNPF) menemukan dua orangutan mati di lahan milik PT BLP, Kalimantan tengah. "Kasus ini tidak terlaporkan, sebab kasus yang sebelumnya sedang ditangani oleh BKSDA belum selesai," kata Dhani menambahkan.
Selang beberapa bulan kemudian, pada Agustus 2013, COP menemukan satu bangkai orangutan yang diduga orangutan di tengah lahan konsesi perusahaan sawit milik PT BMB.
Sementara itu, pada September 2015 di PT WSSL II, Kalimantan Tengah ditemukan dua bangkai tengkorak dan tulang belulang orangutan. Juga ditemukan bangkai orangutan masih utuh dengan keadaan dibungkus terpal, serta ada bangkai dengan bulu dan tulang yang bergeletak di tanah. Kasus ini pun tidak menemui titik terang.
Terparah terjadi pada Februari 2017. Pekerja PT SP di Kalimantan Tengah terbukti membunuh satu orangutan jantan dewasa dengan cara ditembak, kemudian dimasak dan dijadikan santapan. Pada 21 Juni 2017 akhirnya Pengadilan Negeri Kuala Kapuas hanya memvonis 2 tahun 9 bulan penjara dan denda Rp10 juta kepada pelaku tersebut.
Di awal 2018, satu mayat orangutan jantan dewasa ditemukan mengapung di Sungai Barito. Dalam hasil otopsinya ditemukan 17 peluru senapan angin dan 7 tulang patah dan ditemukan tanpa kepala.
"Pada kasus tersebut, tepatnya 14 Mei 2018, Pengadilan Negeri Buntok memvonis kedua tersangka pidana penjara selama 6 bulan dan denda sejumlah Rp 500.000, subsider satu bulan," terang Dhani.
Sebulan lalu, juga ditemukan mayat orangutan di kanal area land cleaning milik PT WSSL II di Kalimantan Tengah. Sampai saat ini, belum ditemukan siapa tersangkanya.
Kapan orangutan hidup damai?
Hilangnya habitat dan perburuan masih menjadi ancaman serius terhadap keberlangsungan hidup orangutan di Indonesia. Kematian orangutan ini menunjukkan orangutan liar tengah menghadapi situasi hidup-mati akibat terancam ulah manusia.
Kehidupan orangutan di ambang kepunahan apabila usaha perlindungan dan pelestariannya tidak dilakukan secara maksimal. Apabila terus mengabaikan perlindungan hutan, perlahan tetapi pasti orangutan akan turut punah dan hutan sebagai penyuplai oksigen juga akan berkurang.
Manusia memiliki sesuatu yang orangutan dan semua makhluk lain tidak punya, yaitu suara. Andai saja semua orang menggunakan hak suaranya untuk menyuarakan keberlangsungan hidup orangutan, mungkin orangutan bisa hidup lebih lama dan damai di habitat alaminya. Kita pun akan bisa bernafas lega, sebab hutan terus meregenerasi.