close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Advokat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Donny Tri Istiqomah, usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (12/2). Alinea.id/Achmad Al Fiqri.
icon caption
Advokat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Donny Tri Istiqomah, usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (12/2). Alinea.id/Achmad Al Fiqri.
Nasional
Rabu, 12 Februari 2020 18:49

Advokat PDIP akui dititipi uang suap untuk tersangka OTT KPU

Uang tersebut, berasal dari staf PDIP Kusnadi, untuk diberikan kepada staf pribadi Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto, Saeful Bahri.
swipe

Advokat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Donny Tri Istiqomah mengaku, pernah dititipi uang suap kasus dugaan suap penetapan anggota DPR dari caleg partai berlambang banteng moncong putih melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

Uang tersebut, berasal dari staf PDIP Kusnadi, untuk diberikan kepada staf pribadi Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto, Saeful Bahri, yang merupakan tersangka dalam kasus ini.

"Pernah Mas Kusnadi nitip uang untuk Pak Saeful ke saya," kata Donny, usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (12/2).

Namun dia menampik bahwa sumber uang itu berasal dari Hasto. Dia mengklaim, Sekretaris Jendral PDIP tak terlibat dalam praktik rasuah tersebut.

"Enggak mungkin sekjen digempol-gempol bawa uang,kan? Dan kan sudah terkonfirmasi juga bahwa uang dari Mas Kusnadi yang dititipkan ke saya untuk Pak Saeful, dari Pak Harun," ujar dia.

Donny mengaku telah digali pengetahuannya terkait administrasi proses pengajuan PAW dari PDIP ke KPU. Saat disinggung komunikasinya dengan Wahyu sesaat sebelum operasi senyap KPK, Donny mengaku tidak mengetahui sama sekali.

"Kalau (komunikasi) Pak Wahyu, saya enggak tahu. Kalau saya sendiri sebatas komunikasi sebagai kuasa hukum DPP partai saja. Lebih banyak kepada tugas saya sebagai advokat," ucapnya.

Terpisah, eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengaku telah dikonfrontir terkait komunikasi dengan Donny oleh penyidik KPK. Namun, dia tak merinci komunikasi apa yang telah terjadi.

"Iya, dikonfrontir dengan saudara Donny. Tema komunikasi terkait biasa, seperti yang kemarin-kemarin," ujar Wahyu, langsung memasuki mobil tahanan KPK.

Dalam perkara itu, Wahyu diduga kuat telah menerima uang suap dari eks caleg PDIP, Harun Masiku. Upaya itu dilakukan Harun untuk menjabat sebagai anggota DPR. Dalam memuluskan tujuannya, Harun dibantu oleh dua kader PDIP yakni, Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri.

Wahyu diduga meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu, dipenuhi Harun. Namun, pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni, pada pertengahan dan akhir Desember 2019.

Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK. Uang tersebut, diterimanya melalui Agustiani di pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Pemberian kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful, melalui stafnya di DPP PDIP. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Doni selaku advokat. Adapun sisa Rp700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu.

Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin tak berjalan mulus. Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW. KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin. 

Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Doni dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun sebagai PAW. Untuk itu, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustiani. Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk Dolar Singapura.

Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan