Penyuluh Antikorupsi dari Inspektorat Daerah Kabupaten Pati, Zainal Arifin menyampaikan sosialisasi antikorupsi kepada jajaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Jumat (14/7). Agenda ini berlangsung di Gedung DPRD Pati sebelum rapat paripurna.
Ketua DPRD Pati Ali Badrudin mengapresiasi kegiatan sosialisasi ini. Sebab, Unsur kehati-hatian dan pengetahuan tentang wawasan antikorupsi sangat diperlukan oleh para anggota Dewan dalam menjalankan tugasnya.
"Ini suatu langkah agar kami lebih berhati-hati menjalankan pemerintahan. Kami ini kan wakil rakyat yang diamanati oleh rakyat, yang kami pakai juga uang rakyat," kata Ali.
Ali berharap sosialisasi ini bermanfaat bagi para anggota DPRD Pati agar selalu berhati-hati menjalankan amanat dari rakyat.
Sementara, Penyuluh Antikorupsi dari Inspektorat Daerah Kabupaten Pati Zainal Arifin mengatakan, kegiatan sosialisasi antikorupsi ini adalah amanah dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia. Tujuannya untuk memenuhi indikator pengisian Monitoring Center for Prevention (MCP).
Dia menjelaskan, MCP merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh KPK dalam rangka monitoring capaian kinerja program pencegahan korupsi.
MCP diterapkan untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan daerah di seluruh Indonesia.
"Di dalam MCP ada indikator pengendalian dan pengawasan yang punya subindikator sosialisasi antikorupsi," jelas Zainal.
Zainal menjelaskan, baru kali ini sosialisasi antikorupsi menyasar anggota dan pimpinan DPRD Pati. Sebab memang baru muncul di indikator MCP pada 2023.
"Kalau di OPD (Organisasi Perangkat Daerah) tiap tahun kami laksanakan. Bahkan di tiap OPD kami bentuk unit pengendalian gratifikasi. Kali ini menyasar dewan karena selama ini belum tersentuh," papar dia.
Di hadapan anggota DPRD Pati, Zainal memaparkan pengertian korupsi dan bentuk-bentuknya.
Ia menjelaskan, secara umum ada tujuh bentuk korupsi, yakni benturan kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi, merugikan keuangan negara, penggelapan dalam jabatan, suap menyuap, perbuatan curang, dan pemerasan.
Dari ketujuh bentuk tersebut, gratifikasi dinilai paling rentan dilakukan penyelenggara pemerintahan.