close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Foto Pixabay.
icon caption
Ilustrasi. Foto Pixabay.
Nasional
Senin, 08 Agustus 2022 10:43

Ahli bicara kapan Covid-19 jadi penyakit biasa

Melihat virus yang terus bermutasi, sulit mengatakan kapan Covid-19 akan jadi penyakit biasa.
swipe

Varian baru Covid-19 terus bermunculan. Saat ini, varian yang sedang menular di publik adalah BA.4, BA.5 dan BA.275. Kalau terus bermutasi, lantas kapan Covid-19 berakhir?

Epidemiolog dan peneliti dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, Indonesia masih berada di gelombang empat Covid-19 yang puncaknya mungkin akhir Agustus atau September. Menurut Dicky, pergerakan menuju puncak Covid-19 varian BA.5 lebih lamban karena virus melalui orang yang sudah memiliki imunitas. 

"Masa rawan kita, saya prediksi sampai Oktober. Bukan berarti banyak kematian. Tetapi kalau kita lemah testing, tracing, dan treatment (3 T), mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas (5 M), serta vaksinasi, pada gilirannya akan memakan jiwa kelompok paling rawan, seperti lansia, tenaga kesehatan, komorbid, ibu hamil dan anak. Di Indonesia kelompok rawan banyak, karena jumlah penduduk kita besar. Ini harus disadari semua pihak," kata Dicky.

Dicky mengatakan, dengan adanya varian BA.275, kita harus mewaspadai dan mengamati dampak yang hadir di tengah gelombang empat. Menurut dia, BA.275 belum menggeser dominasi BA.5. Setidaknya 2% dari yang dites Covid-19 harus menjadi genome sequencing.

Melihat virus yang terus bermutasi, Dicky mengakui sulit mengatakan kapan Covid-19 akan jadi penyakit biasa. Menurut dia, ada banyak yang memengaruhi peralihan Covid-19 jadi penyakit biasa, antara lain stigma, obat, karakter dan sifat virus. Dahulu, demam typoid amat ditakuti, namun stigma itu kemudian berubah. 

Kehadiran obat juga mempengaruhi perubahan Covid-19 jadi penyakit biasa. "Tidak ada kematian, karena obatnya ada. Sekarang obat selain mahal, masih terbatas dan belum memadai," ujar Dicky. 

Masalahnya, kalau Covid-19 terus bermutasi melahirkan varian baru dan mengurangi efikasi vaksin. Dicky menegaskan, kondisi ini tidak bisa diatasi hanya dengan vaksinasi dan obat. Pendekatannya harus dengan meningkatkan 3T dan 5M.

"Perilaku hidup bersih dan sehat harus jadi budaya baru. Itu yang menguragi potensi virus bemutasi," kata Dicky.

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan