close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi coronavirus/Foto Pixabay
icon caption
Ilustrasi coronavirus/Foto Pixabay
Nasional
Sabtu, 07 Agustus 2021 09:19

Ahli: Varian Delta bakal mengamuk di luar Jawa-Bali

Epidemiolog Universitas Griffith Australia proyeksi India, Brazil dan Indonesia berpotensi menjadi episentrum Covid-19 dunia.
swipe

Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, dan Pengkaji Kebijakan dan Inovasi, IPMI Business School dan Research Affiliate Harvard Kennedy School, Sidrotun Naim, memperingatkan varian Delta akan mengamuk di luar Jawa-Bali.

Dicky menyarankan, hendaknya prediksi situasi pandemi yang dibuat suatu Lembaga riset atau pakar harus menjadi dasar penyusunan strategi mitigasi, sehingga mampu mencegah skenario terburuk.

"Pada Maret 2020, saya membuat proyeksi bahwa India, Brazil dan Indonesia berpotensi menjadi episentrum Covid-19 dunia karena keterbatasan sistem kesehatan, besarnya populasi dan status sosial ekonomi sebagian besar penduduknya, ” ujar Dicky dalam webinar Narasi Institute, Jumat (6/8), dengan  judul "Optimisme Ekonomi Tepatkah Setelah Puncak Pandemi terlampaui?"

Selain itu, jelas Dicky, performa pengendalian selanjutnya akan ditentukan oleh konsistensi dan komitmen para pemimpin dalam penanganan pandemi Covid-19. Ia melihat ada gap pemahaman dan komunikasi antar pusat dan daerah dalam penanganan Covid-19.

“Sayang dalam 12 bulan pertama pandemi kita, belum semua daerah memahami situasi pandeminya karena keterbatasan kapasitas tes, trace dan treat (3 T). Badan Kesehatan Dunia melaporkan selama ini di Indonesia hanya 2 daerah yang relatif sudah maju menerapkan 3T yaitu Jakarta dan Yogyakarta selebihnya masih kurang, walaupun belakangan, selama masa PPKM Darurat ini daerah lain di Jawa mulai menunjukkan perbaikan,” paparnya.

Diaspora Indonesia di Australia ini melanjutkan, sebagai negara kepulauan, Indonesia perlu penguatan kapasitas, khususnya di luar Jawa dengan menerapkan program 3T dan 5 M yaitu memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas. 

"Dan vaksinasi yang massif agresif, setara dan merata di semua daerah. Keterbatasan kapasitas 3T di luar Jawa harus disiasati dengan strategi visitasi massif ke masyarakat meski tanpa testing, yang utama bisa menemukan potensi kasus dan mengisolasinya. Untuk itulah, faktor kepemimpinan yang kuat di daerah menjadi penting mengingat kesehatan adalah sektor yang berada dalam kewenangan kabupaten/kota," urai Dicky Budiman.

Menurut Dicky, Pemberlakuan Pembatasan Kegaitan Masyaraka (PPKM) dan kebijakan pembatasan lainnya bukan instrumen utama karena sifatnya penguatan saja. "PPKM ini sifatnya sebagai upaya penguat bukan sebagai strategi utama. Yang penting diperhatikan baik secara nasional, propinsi dan daerah adalah 3T-nya sehingga mencapai tes positive rate kurang dari 5%," jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, pengkaji kebijakan Sidratun Naim menyebut kasus varian Delta di Indonesia saat ini mulai menurun. Meski begitu, 5 M dan 3T dan vaksinasi harus tetap dilakukan.

"5 M itu kewajiban masyarakat sementara 3 T adalah kewajiban pemerintah dan vaksinasi harus serius dilakukan. Belajar dari Chile dimana 3 vaksin berbeda semua diterapkan untuk mengendalikan Covid-19. ada Pfizier, ada Sinovac dan Aztrazeneca," katanya.

Vaksinasi, jelas Sidratun, tetap menjadi senjata terakhir untuk mengendalikan Covid-19 karena dapat mengurangi kematian meskipun kalau penularan tidak bisa dikendalikan lewat vaksinasi.

Logistik, kritik Sidratun Naim, masih menjadi persoakan di Indonesia, bahkan dalam kondisi sebelum pandemi. "Karena persoalan logistik, Di Indonesia lebih sulit memberikan vaksin pertama untuk di luar Jawa daripada memberikan vaksin ke 3 di Jawa. Di Indonesia yang datanya bagus itu hanya DKI, DKI sebagai barometer data nasional," pungkas Sidrotun Naim.

img
Fathor Rasi
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan