close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Pixabay
icon caption
Ilustrasi. Pixabay
Nasional
Senin, 18 Juli 2022 19:53

AJI Indonesia desak pemerintah buka draf RKUHP secara resmi

AJI nilai banyak pasal di draft RKUHP bertentangan dengan demokrasi.
swipe

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia yang tergabung ke dalam Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) mendesak pemerintah untuk membuka draf RKUHP secara resmi kepada publik. Hal ini berkaitan dengan sejumlah pasal dalam draf RKUHP yang dinilai berpotensi mengancam kerja-kerja jurnalistik.

Sekretaris AJI Indonesia Ika Ningtyas menilai, terdapat pasal-pasal bertentangan dengan prinsip demokrasi kembali muncul dalam draf RKUHP yang beredar 4 Juli 2022. Di antaranya adalah pasal tentang penghinaan presiden dan wakil presiden, pasal tentang berita bohong, hingga pasal tentang tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

"Pasal-pasal yang bermasalah, kalau kita lihat misalnya dari draf 4 Juli itu, ini akan membawa potensi lebih banyak jurnalis ke jeruji besi," kata Ika dalam keterangan pers daring di saluran YouTube Amnesty International Indonesia, Senin (18/7).

Menurut Ika, pasal-pasal tersebut secara langsung berkaitan dengan kerja-kerja jurnalis. Ketika jurnalis melakukan kritik terhadap presiden, wakil presiden, bahkan level pemerintah daerah, akan mudah bagi pihak-pihak terkait yang disebut dalam kritik untuk mempidanakan jurnalis dengan pasal-pasal ini.

Terlebih, kata Ika, pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden merupakan warisan kolonial yang telah dibatalkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2006.

"Di situ (putusan MK) secara eksplisit MK sudah menjelaskan bahwa pasal ini tidak lagi relevan dengan prinsip negara hukum, dapat mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, serta mengancam kebebasan terhadap informasi dan prinsip kepastian hukum," ujar Ika.

Namun, pasal tersebut kembali muncul dalam draf RKUHP yang saat ini beredar. Ika menilai, hal ini bertentangan dengan semangat melakukan pembaruan dan dekolonisasi terhadap rumusan RKUHP.

"Kita melihat ada upaya yang lebih serius untuk membungkam pers dan kelompok masyarakat sipil yang kritis," ucapnya.

Kemudian, lanjut Ika, pasal 263 tentang berita bohong sangat rawan disalahgunakan oleh pihak tertentu tak terkecuali institusi pemerintah. Begitu pula dengan pasal 264 yang mengatur tindak pidana untuk berita yang tidak lengkap.

Ika mengatakan, berita-berita yang dianggap tidak lengkap karena belum mendapatkan data utuh dari lapangan mudah dikenakan dengan pasal tersebut. Sementara, mekanisme terkait keberatan terhadap pemberitaan sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Pers.

Ika menambahkan, pembahasan RKUHP yang berada di tengah revisi pembahasan Undang-Undang ITE berpotensi mengkriminalisasi jurnalis dari kedua kebijakan tersebut. Terlebih, pasal-pasal karet bukan hanya memberikan ketidakpastian hukum, namun juga berpotensi disalahgunakan oleh elit kekuasaan maupun politik.

"Pasal-pasal karet tidak hanya memberikan ketidakpastian hukum terhadap warga negara dan jurnalis, tapi juga mudah disalahgunakan terutama oleh elit kekuasaan di birokrasi, politisi, elit korporasi dengan tujuan membungkam kritik atau membungkam pemberitaan yang kritis," ucapnya.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan