close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi jurnalis. Foto Pixabay.
icon caption
Ilustrasi jurnalis. Foto Pixabay.
Nasional
Jumat, 15 Juli 2022 11:55

AJI Jakarta dan LBH Pers kecam dugaan intimidasi jurnalis saat meliput kasus Brigadir J

AJI Jakarta dan LBH Pers mengecam intimidasi yang dilakukan oleh tiga pria saat jurnalis meliput kasus penembakan Brigadir J.
swipe

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan LBH Pers mengecam intimidasi yang dilakukan oleh tiga pria saat jurnalis CNNIndonesia.com dan 20Detik meliput kasus penembakan Brigadir J di sekitar rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Berdasarkan informasi yang dihimpun AJI, mereka diintimidasi oleh tiga pria yang berbadan tegap, berambut cepak, dan berpakaian hitam.

Kepala Divisi Advokasi dan Ketenagakerjaan AJI Jakarta, Irsyan Hasyim menuturkan, saat itu, dua jurnalis melakukan wawancara dengan petugas kebersihan di Jalan Saguling, kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dari arah belakang, tiga orang tersebut menghampiri jurnalis, memepet, dan mengambil paksa telepon genggam yang saat itu digunakan untuk wawancara. Diketahui, selama proses penyelidikan dan penyidikan peristiwa penembakan di rumah Irjen Ferdy Sambo, tidak sedikit kepolisian berjaga di area kompleks Polri.

Berdasarkan informasi yang diperoleh AJI Jakarta, kata Irsyan Hasyim, pada awalnya jurnalis CNN dan 20Detik mencari informasi di area kompleks. Mereka mendatangi rumah ketua rukun tetangga (RT) untuk mencari informasi lebih mendalam. Istri dari ketua RT yang saat itu ada di rumah menerima keduanya. 

"Setelah itu, mereka mencoba untuk mencari rumah petugas kebersihan dan menanyakan informasi tentang situasi rumah Ferdy Sambo sebelum dan setelah kejadian," kata Irsyan Hasyim dalam keterangan pers, Jumat (15/7).

Dia menyebut, rumah petugas kebersihan berada sekitar 100 meter dan berbeda kompleks dengan rumah Sambo. Hanya ada pintu kecil yang terbuka untuk akses jalan. Sembari berjalan ke rumah yang dituju, di ujung jalan kompleks terdapat 10 orang yang sedang bercengkerama. Dua jurnalis sempat melewati mereka untuk bisa menjangkau rumah petugas kebersihan. Setelah itu, kedua jurnalis mewawancarai petugas kebersihan dengan cara merekam sambil berjalan.

Baru sekitar 100 meter berjalan, tiga orang yang sebelumnya ikut berkumpul di ujung kompleks menghampiri dua jurnalis. Ponsel yang digunakan untuk merekam diambil paksa. Mereka juga menghapus semua video dan foto hasil rekaman peliputan di area kompleks Polri. Tak cukup itu, ketiga orang tersebut bahkan meminta jurnalis untuk tidak meliput terlalu jauh dari olah tempat kejadian perkara (TKP).

Jurnalis CNN dan 20Detik sempat menolak memberikan ponselnya. Keduanya bahkan mempertanyakan tujuan ambil paksa alat kerja yang digunakan jurnalis dalam meliput. Alih-alih memberikan penjelasan, ketiga orang yang tidak menunjukkan identitas tersebut dengan tegas melarang jurnalis melakukan kerja-kerja jurnalistik.

"Tas yang digunakan jurnalis CNN dan 20Detik diperiksa tanpa ada persetujuan. Bahkan kedua jurnalis juga ikut digeledah tanpa memberikan penjelasan mengapa ketiganya melakukan tindakan tersebut," katanya.

Ketua AJI Jakarta Afwan Purwanto menilai tindakan tersebut telah mencederai kebebasan pers dalam kerja-kerja jurnalistik. 

"Mengambil, menghapus paksa, hingga melakukan penggeledahan tas dan diri jurnalis yang meliput merupakan tindakan yang seharusnya tidak pantas. Tindakan tersebut kami nilai berlebihan dan sewenang-wenang. Hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," kata Afwan Purwanto dalam keterangan pers, Jumat (15/7).

Sementara itu, Direktur LBH Pers Ade Wahyudin mengecam tindakan yang tidak memberikan ruang jurnalis dalam melakukan peliputan di lokasi kejadian. Menurut Ade, jurnalis bekerja untuk kepentingan publik seharusnya mendapatkan perlindungan dan rasa aman dalam meliput. Selain melanggar UU Pers, para pelaku juga bisa dikenakan pasal perampasan atau pengancaman dalam KUHP dan akses ilegal dalam UU ITE.

"Tindakan intimidasi dan penghalangan aktivitas jurnalistik ini bertolak belakang dengan niat Kapolri yang menjamin transparansi dan objektivitas dalam pengungkapan insiden tembak menembak di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdi Sambo,” imbuh Ade Wahyudin, Direktur LBH Pers.

Atas peristiwa tersebut, AJI Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum Pers mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit dan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran serta jajarannya mengusut kasus kekerasan dan intimidasi jurnalis yang menghambat jurnalis dalam mencari informasi yang telah diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40/1999. Para pelaku juga bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP terkait perampasan/pengancaman dan Pasal 30 ayat (1) UU ITE terkait akses ilegal perangkat/sistem elektronik milik orang lain.

Aji dan LBH mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40/1999.

Aji dan LBH Jakarta juga meminta kepada kantor media untuk menjamin dan memantau keselamatan jurnalis yang meliput ke lapangan, khususnya kasus yang berpotensi untuk terjadinya ancaman fisik maupun psikis.

Dalam prinsip menghormati kebebasan pers, kata AJI dan LBH Jakarta, jika ada pihak yang merasa tidak puas atau merasa dirugikan akibat pemberitaan, hendaknya menggunakan hak jawab dan koreksi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 poin 11 UU Pers Nomor 40/1999 yang berbunyi, "Hak jawab adalah hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya".

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan