Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Sasmito Madrim menilai, surat telegram Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang tata cara peliputan di lingkup Korps Bhayangkara bakal menghalangi kerja-kerja jurnalistik.
Sebab, sambung Sasmito, tertulis dengan jelas media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan kekerasan. Padahal, jelasnya, selama ini polisi menjadi aktor dominan dalam kekerasan terhadap jurnalis. Termasuk pula, kekerasan terhadap warga sipil di berbagai sektor lainnya.
“Saya pikir surat telegram Kapolri ini, terutama poin 1 berpotensi menghalangi kinerja jurnalis,” ucapnya, saat dihubungi reporter Alinea.id, Selasa (6/4).
Jika benar dimaksudkan untuk membatasi kerja jurnalis, kata dia, AJI Indonesia meminta ketentuan tersebut dicabut. Ia juga mendesak Kapolri Listyo Sigit Prabowo memastikan personel polisi tidak melakukan tindakan kekerasan.
Kapolri Listyo Sigit Prabowo, tegasnya, harus memproses hukum anggota polisi yang terlibat dalam kasus kekerasan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi, saat mencari data untuk pemberitaan korupsi suap pajak. “Terbaru kasus Jurnalis Tempo Nurhadi di Surabaya. Bukan sebaliknya 'memoles' kegiatan polisi menjadi humanis,” tutur Sasmito.
Sebelumnya, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Irjen Argo Yuwono mengeluarkan surat telegram (ST) resmi mengenai tata cara peliputan di lingkup Korps Bhayangkara. Surat telegram itu dikeluarkan pada 5 April 2021 dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021.
Dalam surat telegram itu Argo menegaskan agar media tidak menayangkan upaya atau tindakan kekerasan dan arogansi kepolisian. "Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, kemudian diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis," bunyi poin pertama pada surat telegram itu.