Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Satryo Soemantri Brodjonegoro, menyatakan, riset serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di Tanah Air akan mengalami kemunduran imbas pengintegrasian lembaga penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap) ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"Dan untuk memulihkan kembali hampir tidak mungkin karena kita dengan cara seperti ini, menghilangkan esensi kegiatan riset dan inovasi," ucap Satryo dalam webinar Forum Alinea bertema "Uji Materi Regulasi BRIN" pada Selasa (31/8).
Dirinya berpendapat demikian lantaran pengembangan riset dan iptek pada hakikatnya mesti mandiri dan otonomi. Pun dilakukan secara akuntabel sesuai performa dan prestasinya.
"Seyogianya (peleburan lembaga) ini dihindari. Jangan sampai, mohon maaf, BRIN nanti jadi superbody. Masa dia buat perencanaan, berikan anggaran, melaksanakan, memantau, mengevaluasi, dan sebagainya. Di mana peran check and balance?" tuturnya.
"Jadi kalau bisa," harapnya, "jangan sampai terjadilah. Justru memundurkan kondisi riset yang kita harapkan."
Langkah integrasi lembaga litbangjirap ke dalam BRIN tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN. Regulasi tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi atau Sisnas Iptek.
Uji materi ke Mahkamah Konstitusi dilayangkan lantaran Pasal 48 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang UU Sisnas Iptek mengamanatkan BRIN mengarahkan dan menyinergikan perencanaan, program anggaran, dan sumber daya iptek bukan melebur secara kelembagaan.
Jika dicermati, menurut Satryo, Pasal 48 sebetulnya memberi suatu peluang yang sangat besar untuk mendesain suatu badan iptek dan inovasi. Alasannya, pasal itu memuat kata-kata menjalankan penelitian dan sebagainya; terintegrasi dan dibentuk badan.
"Dibentuknya badan untuk apa? Supaya semua kegiatan ini berjalan dan terintegrasi. Oleh karena itu, dengan memahami Pasal 48 ini dan memahami defenisi lembaga iptek, maka hal ini memberikan satu pandangan, kelembagaan seperti apa yang menjamin ekosistem iptek dan inovasi yang baik," paparnya.
Satryo merekomendasikan syarat atau ciri-ciri kelembagaan yang dapat menjamin ekosistem iptek dan inovasi yang baik, sebagaimana seharusnya pasal 48 diterjemahkan. Pertama, institusi bersifat otonom dan independen sehingga objektif dan mengedepankan kebenaran ilmiah serta etika.
"Idealnya kalau bisa dia bukan struktural, birokrasi, dan juga kalau benar-benar otonom dan independen, tidak boleh ASN," bebernya.
Kedua, lembaga memiliki tata kelola yang baik (good governance) sesuai visi dan misinya. Pun mesti akuntabel dalam melaksanaksn peran dan fungsinya.