Akrobat Anies membangun permukiman di Kampung Akuarium
Teddy Kusnendy, salah seorang warga Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara, masih ingat betul peristiwa getir penggusuran tempat tinggalnya oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta di bawah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada April 2016 lalu.
Kala itu, sebanyak 700-an kepala keluarga kehilangan tempat tinggal. Sebagian dari mereka pindah ke rumah susun yang dibangun Pemprov DKI Jakarta. Salah satunya ke rusun Rawa Bebek, Pulogadung, Jakarta Timur.
“Kami sungguh tidak percaya pemerintah bisa menghancurkan rakyatnya sendiri,” ucapnya saat berbincang dengan reporter Alinea.id, Kamis (27/8).
“Bukan hanya rumah, tetapi ekonomi kami juga dihancurkan.”
Teddy berkisah, sejak dipindahkan ke rusun, pendapatan warga jauh berkurang. Mereka yang mayoritas bekerja sebagai nelayan, penjual ikan di pelelangan Muara Baru, dan buruh kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa harus mengeluarkan ongkos perjalanan lebih banyak ke lokasi bekerja.
Warga lainnya, Dharma Diani atau akrab disapa Yani menuturkan, penggusuran membuat warga Kampung Akuarium kehilangan sejarah hidup mereka. Perempuan yang mengaku sudah menetap di Kampung Akuarium selama 43 tahun itu merupakan salah seorang warga yang ikut pindah ke rusun Rawa Bebek.
“Ada hal-hal yang ingin kami pertahankan dari sebuah kampung, seperti kebersamaan, kepedulian sosial, gotong-royong antarwarga,” kata Ketua Koperasi koordinator Wilayah Kampung Akuarium RT12 RW4 tersebut.
“Itulah makanya kami ingin kembali dan mendirikan kampung susun.”
Kini, bersama beberapa warga lainnya, Teddy dan Yani bersemangat membangun kembali hunian di Kampung Akuarium.
Harapan baru usai digusur
Harapan baru datang dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Anies merestui pembangunan hunian warga di Kampung Akuarium, berkonsep kampung susun. Pada 17 Agustus 2020, Anies hadir di sana dalam acara peletakan batu pertama.
Puja puji dari warga yang menyambut antusias dialamatkan ke mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut. Kamis (27/8), warga RT12 RW4 Kampung Akuarium mulai berbenah. Mereka bergotong-royong membongkar bangunan penampungan (shelter), yang dipakai sebagai tempat tinggal sementara.
Teddy menerangkan, total ada 90 bangunan penampungan sementara. Sebanyak 86 di antaranya dipakai sebagai tempat tinggal. Sisanya dijadikan kantor koperasi warga. Dinding penampungan sementara dibuat dari tripleks. Satu bangunan berukuran 6x7 meter. Penampungan sementara itu, kata Teddy, sudah ditempati warga sejak Januari 2018.
"Sudah ada tujuh shelter dibongkar. Rencana ada 70 shelter akan dibongkar untuk digantikan bangunan tower rumah susun," kata Teddy.
Menurut Teddy, warga menindaklanjuti peletakan batu pertama, dengan aktif mendukung percepatan proses pembanguan kawasan hunian baru di sana.
“Kebetulan saya yang dituakan, jadi dipercaya untuk mengoordinasi waktu dan proses pembangunan secara mandiri oleh warga. Kita semua antusias dan mau berpartisipasi untuk membangun kembali kampung ini,” ujar Teddy.
Saat ini tercatat ada 103 kepala keluarga yang menetap di kawasan Kampung Akuarium. Ia mengatakan, warga yang akan menempati kampung susun ditentukan berdasarkan data kepala keluarga yang punya aset rumah secara resmi.
“Harus jelas identitas dan surat-suratnya, seperti KTP, PBB (pajak bumi dan bangunan), dan surat kepemilikan rumah,” ujarnya.
Teddy menuturkan, izin pembangunan yang diberikan Pemprov DKI Jakarta merupakan buah kerja keras yang mereka cita-citakan selama empat tahun. Berbagai proses pengujian dan perizinan sudah mereka jalani, difasilitasi lembaga Rujak Center for Urban Studies sejak 2017.
Salah satunya terkait Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi. Beleid itu menyebut, kawasan Kampung Akuarium masih dalam zona merah atau milik pemerintah daerah. Selain itu, penentuan lokasi pembangunan juga harus melalui pengujian dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).
Pembangunan kampung susun yang akan terdiri dari 241 hunian itu dimulai September 2020 dan diperkirakan rampung pada Desember 2021. Kampung susun ini dibangun di lahan seluas 10.384 meter persegi, yang dikelilingi kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa, bersebelahan dengan kompleks Museum Bahari.
Arsitek dari Rujak Center for Urban Studies, Amalia Nur Indah Sari mengatakan, desain hunian terdiri atas lima tower. Empat tower dibuat memanjang dari barat ke timur, sedangkan satu tower yang lebih kecil melintang utara ke selatan.
Desain kampung susun juga terdapat ruang terbuka hijau. Ia menuturkan, ruang terbuka hijau itu nantinya akan dibangun lapangan futsal, ruang bermain anak, taman, dan musala.
“Proses desain kampung susun ini sudah melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta. Kami sudah membahasnya sejak 2018, kami sudah dapat rekomendasi dari TACB,” tuturnya saat ditemui di Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (21/8).
Ia juga mengatakan, izin pemanfaatkan ruang sudah diberikan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) DKI Jakarta. Amalia menengaskan, semua prosedur izin dan konsultasi desain dilaksanakan bersama warga setempat dan badan-badan pemerintah daerah.
Cagar budaya
Melalui seorang anggota stafnya, Sakti Budiono, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menegaskan, pembangunan kembali hunian di Kampung Akuarium harus mengingat betul peruntukannya yang lebih tepat, sebagai kawasan berkonsep cagar budaya.
Menurutnya, daripada membangun sebuah kampung susun, Kampung Akuarium perlu ditilik lagi keberadaan dan fungsi awalnya, sebagai Pasar Heksagonal.
“Di situ juga ada gudang-gudang pasarnya. Sedang di sisi sebelahnya sudah ada Museum Bahari, maka bisa selaras dengan pengembangan dan fungsi kepariwisataan,” ucapnya Sakti yang mewakili Ahok saat dihubungi, Sabtu (29/8).
Empat tahun lalu, Ahok menggusur Kampung Akuarium dengan alasan akan dimanfaatkan sebagai kawasan cagar budaya dan pembangunan tanggul laut Teluk Jakarta.
Jika ditilik ke belakang, Kampung Akuarium yang berada tak jauh dari kawasan Kota Tua, memang sarat nilai sejarah. Arkeolog dan anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Pemprov DKI Jakarta Candrian Attahiyat mengemukakan, dahulu di Kampung Akuarium terdapat sebuah Visscherij Station (Stasiun Perikanan) yang dibangun pemerintah kolonial pada 1904-1905.
Lalu, Visscherij Station berubah menjadi Laboratorium voor het Onderzoek der Zee (LOZ/Laboratorium Penelitian Laut). Lantas, LOZ lebih dikenal dengan sebutan akuarium karena terdapat akuarium yang terbuka untuk publik sebagai tempat wisata.
Meski begitu, Candrian menganggap, rencana membangun kampung susun di Kampung Akuarium yang digagas Anies tak bakal mengganggu kelestarian cagar budaya.
"Sebab, pihak Pemprov DKI Jakarta sudah bersedia mengubah layout perencanaan," ujarnya saat dihubungi, Jumat (28/8).
Candrian menyebut, di sekitar temuan bangunan bersejarah di Kampung Akuarium, tak akan dibangun tower. Di samping itu, kata dia, di sekitar temuan benda cagar budaya akan diberi tanda denah bangunan tua sebagai rambu-rambu agar tidak dirusak.
"Selain itu disiapkan juga pusat informasi seperti galeri atau museum,” ucap Candrian.
Pada Mei 2016, Ahok mengatakan, ketika proses menyulap Kampung Akuarium menjadi lokasi cagar budaya, ditemukan benteng peninggalan zaman Belanda di sekitar lokasi.
Senada dengan Candrian, Amalia pun menegaskan lahan permukiman yang akan dibangun tak akan menindih lokasi cagar budaya. Ia mengungkapkan, temuan cagar budaya terletak di area timur lahan, berdekatan dengan lokasi ruang terbuka hijau.
Terkait rencana pembangunan permukiman yang dianggap bertabrakan dengan Perda Nomor 1 Tahun 2014, yang menyebut kawasan itu masuk dalam area terlarang untuk permukiman warga, Plt. Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Sarjoko menyatakan, hal itu sudah tuntas.
“Semua prosedur sudah disetujui,” kata dia saat dihubungi, Jumat (28/8).
Sarjoko menjelaskan, Kampung Akuarium memang berada di subzona P3 atau zona pemerintah daerah. Namun, pembangunan rumah susun tetap diizinkan karena dikelola Pemprov DKI Jakarta.
Masalah di balik kepentingan politik
Wakil Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta Justin Adrian menyatakan, partainya setuju dengan keputusan Anies. Menurut Justin, keputusan itu tak melanggar aturan.
Justin mengatakan, di dalam Perda Nomor 1 Tahun 2014 mengatur pembangunan rumah susun di kawasan zona merah dengan beberapa syarat. "Syaratnya sesuai detail pada batang tubuh Perda Pasal 609 ayat 2 poin n," katanya saat dihubungi, Kamis (27/8).
Sementara itu, Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Rani Mauliani tak menampik pembangunan permukiman di Kampung Akuarium dilatarbelakangi kepentingan politik.
"Wajar-wajar saja. Kalau ditanya apakah tujuan membangun Kampung Akuarium itu ada nilai politisnya, ya pasti," ujarnya saat dihubungi, Jumat (28/8).
Rani menegaskan, tak ada salahnya jika Anies menepati janji kampanyenya saat Pilgub 2017 untuk membangun kembali permukiman di Kampung Akuarium. Lagi pula, kata Rani, Anies tak melanggar peraturan yang ada.
"Sekarang belum ada bangunan yang sekiranya dianggap melanggar tata ruang. Saya yakin kan beliau pasti tahu rambu-rambu mana yang bisa dibangun, mana yang tidak,” katanya.
“Tapi bila nanti ada yang melanggar ya kami kritisi."
Dihubungi terpisah, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga justru menganggap, pembangunan kampung susun di Kampung Akuarium yang sangat politis untuk memenuhi janji kampanye Anies menjadi sensitif. Keputusan tersebut, kata Nirwono, berpotensi mendatangkan mudarat di kemudian hari.
“Kalau warga nanti mau minta SHM (surat hak milik) rusun di atas tanah negara, kan jelas tidak boleh,” kata dia saat dihubungi, Jumat (28/8).
"Ini zona merah, berarti prioritas utama peruntukannya untuk kepentingan kegiatan pemerintahan."
Lebih jauh, Nirwono berpendapat, Anies bisa “menyandera” Gubernur DKI Jakarta selanjutnya. Bisa saja pemimpin Jakarta mendatang punya pandangan lain mengenai peruntukan lahan negara di Kampung Akuarium.
“Namun, tak bisa berbuat banyak lantaran sudah jadi permukiman penduduk,” ujarnya.
Selain itu, ia menilai, keputusan Anies bisa mendatangkan banyak problem tata ruang di Kampung Akuarium. "Terus kalau nanti ditemukan pelanggaran, siapa yang mau bertanggung jawab? Dinas perumahan? Anggota DPRD yang setuju?” ujar dia.
Menurut Nirwono, seharusnya Pemprov DKI Jakarta fokus membenahi kampung yang lahan dan peruntukannya lebih “bersih” dari potensi masalah, ketimbang hanya “mengakali” Kampung Akuarium demi memenuhi janji kampanye. Ia mengemukakan, masih ada 12 dari 21 kampung prioritas yang jauh lebih aman untuk dibenahi.
"Kenapa tidak dimulai dari kampung-kampung yang tidak bermasalah lahan dan peruntukannya? Ini lebih baik dan aman ke depannya,"ucap Nirwono.