Sejumlah massa menggelar unjuk rasa di depan Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa (5/3). Mereka menuntut anggota DPR mendalami kasus dugaan kecurangan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 serta mendesak pemerintah mengendalikan harga kebutuhan pokok dan bahan bakar.
Koordinator lapangan (korlap) aksi, Afandi Ismail, menyatakan, kenaikan harga-harga kebutuhan pokok mengikat leher rakyat. Apalagi, pengangguran terus meningkat dan kemiskinan tidak terelakkan.
"Kita berharap DPR benar-benar fokus memperhatikan hal ini dan atas nama rakyat, DPR bisa menyambut aspirasi kami, rakyat Indonesia," katanya dalam orasinya.
Afandi melanjutkan, DPR perlu menjalankan hak angket untuk mengusut kecurangan pemilu. Menurutnya, langkah itu dapat mengembalikan muruah demokrasi.
Ia berpendapat, rakyat sudah tidak lagi percaya dengan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengurus sengketa pemilu. Dalihnya, hakim konstitusi menabrak etik agar putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, bisa maju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
"Kita tidak punya lagi kepercayaan terhadap Mahkamah Konstitusi, lebih-lebih KPU (Komisi Pemilihan Umum) sebagai penyelenggara pemilu," tegasnya.
Dorong diskualifikasi Prabowo-Gibran
Sementara itu, pakar hukum tata negara, Refly Harun, menyampaikan, masyarakat tidak mau dipimpin penguasa karena curang. Padahal, prinsip pelaksanaan pemilu harus jujur dan adil.
"Kawan-kawan semua, pemilu yang jujur dan adil bisa diperjuangkan di mana pun," ujarnya. Ia pun meminta para penegak hukum tak membungkam suara masyarakat tentang kecurangan pemilu.
Refly melanjutkan, ada beberapa tuntutan aksi di depan Kompleks Parlemen hari ini. Pertama, mendiskualifikasi pasangan calon (paslon) yang terbukti curang.
Lalu, menuntut komisioner KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diberhentikan lantaran dianggap tak profesional. "Itu tuntutan yang kedua," imbuhnya.
Ketiga, meminta pilpres diulang kembali dengan pertarungan antara 01 (Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar) dan 03 (Ganjar Pranowo-Mahfud MD). "Nol dua bagaimana?" tanya Refly.
"Buang!" sahut massa.
"Buang ke mana?" balas Refly.
"Ke laut," jawab massa.
"Bukan ke laut, ya. Hukum dari demokrasi yang adil adalah kalau Anda curang, kalau Anda pakai hati, maka Anda harus didiskualifikasi," jelasnya.
Refli melanjutkan, apabila hak angket tak dieksekusi, maka alangkah baiknya Gedung DPR diduduki kembali. Sebab, baginya, kekuasaan Presiden Jokowi harus ditolak bahkan dimakzulkan.