Jika tidak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka Presiden Joko Widodo dinilai tidak menunjukkan keberpihakan tehadap penguatan pemberantasan korupsi
"Kalau betul presiden tidak mengeluarkan Perppu KPK, maka dia sudah tidak berpihak terhadap pemberantasan korupsi. Jadi Nawacita yang dulu itu, sebenarnya memang tidak benar," kata Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti saat dihubungi Alinea.id, Jumat (1/11).
Terpisah, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menilai, mantan Wali Kota Solo itu tidak menunjukkan sikap untuk menguatkan KPK. Salah satunya, dengan merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Sedari awal presiden memang terlihat untuk mematikan KPK dengan menerbitkan revisi UU KPK," ujar Feri
Karena itu, Feri beranggapan Presiden Joko Widodo dapat disebut aktor yang melemahkan KPK jika tidak segera menerbitkan Perppu KPK. "Kalau tidak terbit (Perppu KPK), Jokowi layak disebut bapak pelemahan KPK," ujar dia.
Sebagai informasi, Undang-Undang KPK hasil revisi tercatat sebagai Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK. Ketentuan itu sudah diundangkan di Lembaran Negara Nomor 197 dengan nomor Tambahan Lembar Negara (TLN): 6409 tertanggal 17 Oktober 2019.
Anggapan itu sepertinya tidak sepenuhnya benar. Pemberantasan korupsi akan dilakukan pemerintah tanpa harus mengeluarkan Perppu KPK. Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan, akan menuntaskan sejumlah kasus korupsi yang mangkrak di Kejaksaan Agung. Penuntasan sejumlah kasus korupsi tersebut telah menjadi kewajiban dalam kepemimpinannya.
“Kami akan melanjutkan semua, itu kewajiban,” ucap Burhanuddin di kompleks Kejaksaan Agung, Jumat (1/11).
Burhanuddin menyatakan telah melakukan inventarisasi kasus-kasus yang mangkrak di Kejaksaan Agung. Kasus-kasus tersebut akan dituntaskan sesuai dengan kelengkapan alat bukti.
Ia juga akan membenahi institusinya lantaran ada sejumlah jaksa yang terlibat kasus korupsi.
“Kami akan perbaiki personilnya. Kami akan teliti berbagai kelemahan. Kalau memang lemah, saya akan tindak,” ujarnya.
Berdasarkan data Masyarakat Anit Korupsi (Maki) setidaknya ada 10 kasus mangkrak yang ditangani Kejaksaan Agung. Berikut 10 kasus tersebut:
1. Cesie Bank Bali, mangkrak sejak 2005 atas tersangka Tanri Abeng dan Rudi Ramli.
2. Kredit Macet Bank Mandiri di PT Lativi dengan tersangka Abdul Laitef dkk, mangkrak sejak 2007.
3. Indosat IM2 dengan tersangka Jhoni Swandi Sjam, korporasi Indosat Tbk, IM2 dkk, mangkrak sejak 2013.
4. Kondensat tersangka Honggo Wendratno, Raden Priyono dan Djoko Harsono, mangkrak sejak 2018 padahal perkara sudah dinyatakan lengkap ( P21) namun tidak kunjung diterima penyerahan tahap II oleh Jaksa Penuntut Umum .
5. Hibah Sumsel yang terkait dengan mantan Gubernur Alek Nurdin, penyidikan sudah berlangsung dua tahun namun belum ditetapkan tersangkanya.
6. Hibah Pemkot Manado terkait Walikotanya, penyidikan sejak September 2018 namun hingga kini belum ditetapkan tersangkanya dikarenakan pejabat tinggi Pemkot Manado pindah partai yang terafiliasi.
7. Kasus Pertamina pembelian Blok Minyak Manta Gumy Australia tersangka Genades Panjaitan belum dilimpahkan pengadilan tipikor padahal yang lain sudah disidangkan termasuk Karen Agustiawan mantan Dirut Pertamina. Perlakuan istimewa terhadap Genades Panjaitan diduga intervensi penguasa.
8. Kasus korupsi Dapen Pupuk Kaltim, tersangka Wicaksono belum ditahan padahal tersangka yang lain sudah ditahan dan proses ke Pengadilan Tipikor. Perlakuan berbeda terhadap tersangka Wicaksono diduga adanya intervensi penguasa.
9. Kasus Dapen Pertamina dengan tersangka Bety Halim tidak ditahan rutan, padahal tersangka lain Edward Suryajaya dan Helmi Kamal Lubis sudah ditahan dan sudah vonis pengadilan tipikor.
10. Kasus Victoria Securitas, tersangka Susan Tanojo, Syafrudin Temenggung dan kawan-kawan mangkrak sejak 2017 bahkan tersangkanya sebagian besar kabur keluar negeri namun tidak ada upaya sidang in absentia, diduga kasus ini intervensi tingkat tinggi.