Hingga saat ini aktivitas Gunung Merapi masih tinggi. Demikian disampaikan Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Eko Budi Lelono.
"Aktivitas Gunung Merapi masih tinggi dengan aktivitas awan panas guguran dan guguran lava. Lalu, data seismik masih didominasi oleh kegempaan karena aktivitas guguran. Sedangkan, laju deformasi electronic distance measurement (EDM) cenderung landai," ujarnya saat siaran pers, Kamis (28/1).
Kemarin (27/1), Eko mengatakan, Gunung Merapi menyemburkan awan panas guguran sebanyak 52 kali dengan jarak luncur maksimal 3 Km ke arah Barat Daya terutama di hulu Kali Boyong dan Kali Krasak.
Menurut Eko, jarak luncur tersebut masih dalam jarak rekomendasi yang ditetapkan Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), yakni sejauh 5 Km dari puncak.
"Sempat dilaporkan terjadinya hujan abu di beberapa tempat. Hal ini wajar, mengingat material harus produk erupsi dapat terbawa oleh angin," katanya.
Aktivitas vulkanik Gunung Merapi terus mengalami peningkatan sejak Oktober 2020. Sejak 5 November 2020, Badan Geologi melalui BPPTKG telah meningkatkan status Gunung Merapi menjadi siaga.
Pada 4 Januari 2020, Gunung Merapi mengalami erupsi berupa erupsi efusif yang ditandai dengan munculnya api diam di sekitar lava 1997.
"Gunung Merapi memiliki ciri erupsi yang khas. Oleh sebab itu, tipe erupsi disebut sebagai tipe merapi. Aktivitasnya berupa pertumbuhan kubah lava. Kemudian, terjadi guguran lava dan awan panas guguran," jelasnya.
Dalam beberapa waktu terakhir curah hujan di berbagai wilayah Indonesia masih tinggi. Untuk itu, Kepala Badan Geologi mengimbau masyarakat untuk waspada akan bahaya lahar utama saat turun hujan di puncak Gunung Merapi.
"Masyarakat juga dihimbau untuk menjauhi bahaya serta selalu mengikuti informasi aktivitas terkini dan rekomendasi dari BPPTKG, pemerintah daerah, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat," tutupnya.