Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya buka suara atas penangkapan paksa terhadap tersangka kasus dugaan pemerasan, gratifikasi, dan TPPU di Kementan, Syahrul Yasin Limpo (SYL), pada Kamis (12/10). Padahal, ia telah berjanji akan datang dan memenuhi panggilan penyidik, Jumat (13/10).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku kapok dengan sikap mangkir dari Syahrul Yasin Limpo (SYL). Padahal, penyidik telah memberikan undangan pemeriksaan kepada Limpo dengan konfirmasi kehadiran dari mantan Menteri Pertanian tersebut.
Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Asep Guntur, mengatakan, penangkapan paksa dilakukan lantaran eks Menteri Pertanian (Mentan) itu kerap ingkar janji. SYL ditangkap di sebuah apartemen di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Walaupun menyatakan hadir, tapi berdasarkan pengalaman, [SYL] tidak menepati janjinya,” katanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Jumat (13/10).
Asep lantas membeberkan beberapa janji SYL kepada KPK yang tidak pernah ditepati. Saat pemanggilan pertama, misalnya, SYL sempat mengonfirmasi akan hadir. Namun, justru berhalangan dengan dalih mengikuti acara bersama keluarga.
Kedua, SYL memastikan akan kembali ke Tanah Air, 1 Oktober 2023, usai melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Eropa. Faktanya, ia "hilang" berhari-hari dan baru pulang ke Indonesia pada 4 Oktober.
"Karena hal tersebut, termasuk di Kementerian Pertanian sendiri, dipertanyakan," ujarnya.
Kekhawatiran SYL menghilangkan barang bukti menjadi pertimbangan lain KPK melakukan penangkapan paksa. Pangkalnya, ada alat bukti yang ditemukan dalam kondisi rusak ketika KPK melakukan penggeledahan.
"Saat geledah, [penyidik] menemukan beberapa bukti yang akan dihilangkan rusak," ucap Asep.