Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Bachtiar Nasir menjalani pemeriksaan oleh pihak kepolisian pada esok atau Rabu (8/5). Nasir dimintai keterangan terkait kasus dugaan pencucian uang. Ini pemeriksaan pertama terhadap Bachtiar Nasir setelah yang bersangkutan ditetapkan tersangka sejak 2017.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan pemeriksaan Bachtiar Nasir sebagai teersangka kasus pencucian uang baru dilakukan sekarang karena terganjal pelaksanaan pemilihan umum atau Pemilu 2019.
Saat pemilu berlangsung, Polri memutuskan memoratorium penyidikan berbagai kasus. "Kasus ini sudah lama, tapi sangat rentan. Kenapa? Karena pemilu. Penyidik mengalkulasikan segala pemikiran. Proses hukum akan tetap berjalan,” kata Dedi di Jakarta pada Selasa, (7/5).
Dalam kasus ini, Dedi menjelaskan, penyidik telah menemukan dua alat bukti untuk dikonfirmasi kepada tersangka Bachtiar Nasir. Alat bukti tersebut berkaitan dengan indikasi penggunaan uang dari rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS) untuk membiayai dua aksi unjuk rasa.
Dedi membantah polisi bermain politik menangani kasus ini. Polisi, kata dia, selalu bertindak profesional dalam menangani sebuah perkara, termasuk kasus yang menjerat Bachtiar Nasir. Jika nantinya Bachtiar Nasir harus ditahan, kata Dedi, keputusan itudilatarbelakangi oleh alat bukti yang cukup, bukan karena psersoalan politik.
“Kalau nanti ditahan berarti sudah cukup bukti,” tuturnya.
Bachtiar Nasir diduga mengelola dana sumbangan masyarakat senilai Rp3 miliar dalam rekening YKUS. Uang tersebut diduga digunakan untuk membiayai aksi unjuk rasa pada 4 November 2016 atau yang lebih dikenal dengan Aksi 411. Kemudian unjuk rasa pada 2 Desember 2016 atau yang lebih dikenal dengan Aksi 212.
Selain itu, uang masyarakat tersebut diduga digunakan Bachtiar Nasir untuk membantu sejumlah korban bencana alam di Indonesia. Bareskrim Polri menduga ada pencucian uang oleh Bachtiar Nasir pada rekening tersebut. Untuk memastikan dugaan itu, polisi mulai menyelidiki kasus ini pada 2017.