Enam tersangka tragedi Kanjuruhan dijerat dengan pasal berbeda, khususnya antara warga sipil dengan anggota Polri. Perbedaan ini terjadi karena masing-masing memiliki tanggung jawab berbeda dalam insiden tersebut.
"Polisi [yang menjadi tersangka] kena Pasal 55 dan 59 karena kelalaiannya, polisi tidak punya tanggung jawab di bidang sarana dan prasarana di bidang olahraga," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo, pada Sabtu (29/10).
Sementara itu, ketiga tersangka lainnya yang bukan personel dijerat Pasal 52 dan Pasal 103 UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Meskipun demikian, keenamnya disangkakan melanggar Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP.
Keenam tersangka itu adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB), Akhmad Hadian Lukita; Ketua Panpel Arema vs Persebaya, Abdul Haris; Security Officer, Suko Sutrisno; Kabagops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto; Danki 3 Sat Brimob Polda Jatim, AKP Hasdarmawan; dan Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi.
Dedi melanjutkan, pengenaan pasal-pasal tersebut juga berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap para saksi ahli. Setidaknya ada 11 saksi ahli yang telah diperiksa, salah seorang di antaranya di bidang olahraga.
"Yang punya tanggung jawab di bidang sarana dan prasarana, ya, orang-orang itu [penyelenggara olahraga] yang mengaudit. Harusnya dia mengaudit layak atau tidaknya. Harusnya dia juga membuat kontingensi plan atau emergency plan. Itu, kan, enggak dibuat," tuturnya.
Oleh karena itu, Dedi menegaskan, perbedaan pasal yang disangkakan kepada para tersangka, terutama terhadap personel kepolisian, tidak menunjukkan adanya pihak-pihak yang kebal hukum.
"Enggak ada kaitannya. Kalau pasal keolahragaan di Pasal 103-nya dibaca, itu karena memang kelalaiannya," ucapnya.