Tuntutan referendum untuk wilayah Papua dan Papua Barat yang disampaikan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) beberapa waktu lalu tidak mungkin dipenuhi oleh pemerintah. Pasalnya, aturan yang mengatur soal referendum telah dicabut.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako), Feri Amsari, mengatakan Undang-Undang yang mengatur soal referendum sudah tidak berlaku lagi dalam konstitusi Indonesia. Oleh sebab itu, tidak memungkinkan lagi tuntutan tersebut dipenuhi.
“Tidak ada di konstitusi kita soal referendum. UU tentang Referendum juga sudah tidak diberlakukan,” kata Feri kepada Alinea.id saat dihubungi dari Jakarta pada Senin, (2/9).
Feri mengungkapkan, dalam konstitusi Indonesia saat ini, negara sudah tidak membuka ruang pemisahan. Ini sesuai dengan peraturan Ketetapan (Tap) MPR Nomor 8 Tahun 1998 yang telah mencabut Tap MPR Nomor 4 tahun 1993 tentang Referendum.
Selain itu, terbitnya UU Nomor 6 tahun 1999 juga semakin memperkuat bahwa dalam aturan itu, disebutkan bahwa UU Nomor 5 tahun 1985 tentang Referendum juga telah dicabut. Dengan demikian, tidak ada lagi amanat undang-undang yang mengatur tentang referendum.
"Jadi, memang tidak ada lagi hukum kita membahas referendum. Maka dari itu, untuk kasus Papua pemerintah harus merespons dengan bijaksana agar tidak semakin memanas," ucap dia.
Karena itu, Feri mendorong agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) membangun komunikasi kepada masyarakat Papua dan Papua Barat tanpa disertai tindakan pemidanaan yang sembarangan.
"Ciri khas pemerintahan bersahabat dengan Papua harus terus dijaga Pak Jokowi dan itu harus jadi kunci sukses Jokowi menyelesaikan konflik," kata Feri.
Sebelumnya diberitakan, KNPB menyerukan aksi mogok nasional kepada segenap masyarakat Papua dan Papua Barat. Aksi mogok nasional ini diserukan untuk menuntut referendum atau penentuan nasib sendiri melalui pemungutan suara rakyat.
“Kami menyerukan aksi mogok nasional di seluruh wilayah Papua dan Papua Barat untuk mendesak referendum,” kata Juru Bicara Internasional KNPB, Victor Yeimo.
Victor mengatakan, seruan ini merupakan bukti dari perjuangan KNPB bahwa masyarakat Papua dan Papua Barat selama ini telah mengalami penderitaan secara terus-menerus. Menurutnya, hingga saat ini posisi Papua hanya dijajah oleh Indonesia, bukan bagian dari negara kesatuan.
"Kami masih membuka ruang dialog. Tapi itu terbatas hanya melakukan perundingan untuk referendum dan pengawasan internasional," ujar Victor.
Victor mengatakan, sejauh ini pemerintah hanya melakukan perundingan dengan tokoh-tokoh Papua dari kalangan elitis. Hal itu, menurutnya, bukanlah representasi dari masyarakat Papua dan Papua Barat secara umum.