Dari Alexis ke Formula E: Yang tersirat dari deretan keteledoran Anies
Emosi Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi tersulut dalam rapat kerja dengan perwakilan Pemprov DKI di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (19/2). Berharap bisa ketemu Gubernur Anies Baswedan, Prasetio mendapati rapat itu hanya dihadiri para pembantu Anies.
Dalam rapat tersebut, politikus PDI-P itu berniat mendapat penjelasan langsung dari mulut Anies terkait surat rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) untuk gelaran Formula E di kawasan Monumen Nasional (Monas) yang diduga dimanipulasi.
"Kepala dinas, Sekda (Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta) pasang badan. Tolong yang bicara Gubernur," kata Prasetio dalam rapat.
Dugaan manipuasi bermula dari surat yang dikirimkan Anies kepada Menteri Sekretariat Negara Pratikno selaku Ketua Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka. Dalam surat itu, Anies mengaku sudah mendapatkan rekomendasi dari TACB.
Akan tetapi, Ketua TACB DKI Jakarta Mundardjito membantah pernyataan Anies. Ia menegaskan tak pernah memberikan rekomendasi hal tersebut. Mundardjito juga mengaku tidak pernah diikutsertakan dalam rapat-rapat membahas gelaran Formula E.
Pemprov DKI Jakarta kemudian berkilah bahwa rekomendasi itu didapat dari Tim Sidang Pemugaran (TSP), bukan dari TACB. Sekda Pemprov DKI Jakarta Saefullah menyebut kemungkinan ada kesalahan dalam surat yang dikirimkan ke Kemensetneg tersebut.
"Tanya Pak Mawardi (Kepala Biro Kerja Sama Daerah DKI), harusnya kalau ada kekeliruan naskah, salah input yang mengetik kali, ya, diperbaiki saja," kata Saefullah di Balai Kota, Jakarta Pusat, beberapa hari sebelumnya.
Namun demikian, menurut Prasetio, alasan salah ketik yang disampaikan Saefullah tidak bisa diterima. Karena itu, ia menilai, surat Anies kepada Mensetneg Pratikno menyalahi aturan.
"Tiba-tiba besok hari sebut salah ketik. Ini pemerintahan opo? Saya minta Pak Asisten, tolong kasih tahu Pak Gubernur, bereskan semua urusan surat-menyurat. Ini saya anggap surat ke Setneg ini surat ilegal," katanya.
Kemarahan Prasetio rupanya tak berakhir di situ saja. Ia juga berang kepada Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana. Prasetio menyindir Iwan yang menyebutkan bahwa isi surat rekomendasi TSP terkait penyelenggaraan Formula E di Monas tak perlu diketahui publik.
Dalam rapat itu, Prasetio meminta Iwan menarik pernyataannya. "Kok ucapannya Bapak sebegitu hebatnya di media seakan-akan ini urusan perut Bapak sendiri. Tolong ucapan itu tarik di depan mata saya," kata dia.
Di depan para pembantu Anies, Prasetio memperingatkan agar Pemprov DKI menyelesaikan urusan administrasi perizinan Formula E di Monas sesuai aturan.
"Tolonglah buat surat yang betul. Saya sebagai pimpinan (DPRD DKI) tidak menolak lho adanya Formula E awalnya. Lu sebagai anak buahnya Gubernur, kasih tahu. Kalau Gubernur ada salah, kasih tahu," kata Prasetio sambil menggebrak meja.
Bukan kali saja Prasetio kesal dengan Anies. Saat proyek revitalisasi Monas menjadi sorotan, Anies kerap kali menghindar. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu kerap menugaskan Saefullah dan pejabat Pemprov DKI lainnya untuk menjawab publik.
Anggota DPRD DKI Pantas Nainggolan tak heran jika DPRD DKI kesal terhadap Anies. Menurut dia, persoalan izin revitalisasi Monas dan penyelenggaraan Formula E tak lepas buruknya pola komunikasi Anies di depan publik.
"Buruk, sangat buruk komunikasinya," kata Pantas saat dihubungi Alinea.id, Kamis (20/2) malam.
Menurut Pantas, ucapan Anies dan tindakan yang ia ambil selama ini berbeda. Anies disebutnya hanya piawai mengemas kata, namun teledor dalam mengeksekusi pernyataan-pernyataannya.
Pemprov DKI teledor sejak lama
Pantas kemudian mencontohkan polemik penghargaan Adhi Karyawisata yang diserahkan Pemrov DKI Jakarta kepada Diskotek Colosseum pada Desember 2019 lalu. Penghargaan itu akhirnya dicabut setelah Anies dikritik pelbagai pihak, termasuk pendukung setianya dari Persaudaraan Alumni (PA) 212).
"Aneh aja kalau menghindar. Dia (Anies) kan harus menjelaskan yang benar. Karena kita lihat berbeda kan, ada keragu-raguan. Antara ilmu dan penerapan kan dua hal yang berbeda," ujar Pantas.
Penghargaan Adhi Karyawisata untuk Colosseum dicabut lantaran Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DKI Jakarta melaporkan diskotek tersebut sedang dalam sorotan khusus. Diduga, ada peredaran narkotika di diskotek itu.
Laporan BNNP disampaikan ke Pemprov DKI pada Oktober 2019 atau hanya sekitar tiga bulan sebelum penghargaan Adhi Karyawisata diberikan kepada Colloseum. Mendapat kecaman, Anies kemudian menganulir penghargaan tersebut.
Berbeda, anggota DPRD DKI Jakarta Dani Anwar justru membela Anies. Menurut Dani, dugaan kesalahan administrasi dalam surat permohonan izin Formula E ke Mensesneg merupakan hal wajar.
"Itu bisa saja terjadi dalam suatu administrasi pemerintah dan itu suatu yang lazim. Beberapa kali, Pak Jokowi (Joko Widodo) menandatangani, tapi belum dibaca," kata Dani kepada Alinea.id di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (22/2).
Dani malah menyalahkan kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta yang kosong selama bertahun-tahun. Menurut dia, Anies tak akan kelimpungan jika sudah memiliki pendamping. "Sinyalemen saya, salah satu penyebab adalah karena Pak Anies tidak punya wakil gubernur," ujarnya.
Terkait Anies yang kerap bungkam dalam menyikapi kebijakan-kebijakan kontroversial Pemprov DKI, Dani juga menyebut tak perlu ada polemik. Menurut dia, Anies memang tak wajib menjawab karena dia punya deretan anak buah di tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
"Itu kan haknya seorang gubernur. Administratif kan sekda (sekretaris daerah). (Jabatan) Pak Anies kan politis. Bukan teknis surat-menyurat," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menilai izin gelaran Formula E berpolemik lantaran Anies memaksakan kehendak dan mengabaikan pemangku kepentingan lainnya.
Dijelaskan Trubus, ada tiga hal yang ingin dikejar Anies dalam penyelenggaraan Formula E di Monas. Pertama, faktor lingkungan. Sesuai dengan konsep global Formula E, trek sirkuit yang ada di tengah kota bisa mempermudah akses kepada masyarakat, sekaligus bentuk kampanye kendaraan ramah lingkungan.
Kedua, faktor ekonomi. Anies, menurutnya, ingin perhelatan Formula E di Monas demi mendatangkan banyak penonton dari luar negeri. Ketiga, Anies ingin menyejajarkan Jakarta dengan kota-kota wisata lainnya di dunia.
Sayangnya, lanjut Trubus, Anies tak mampu berkoordinasi dengan baik. "Harusnya dia koordinasi dengan Kementerian Pariwisata atau koordinasi lagi stakeholder yang lainnya. Kelihatannya belum sampai ke situ. Cuma Pak Anies ini punya kemauan agar penyelenggaraan di Monas. Ini kan memunculkan pertanyaan. Kenapa harus di Monas?" tutur dia.
Selain gelaran Formula E, revitalisasi Monas, dan penghargaan untuk Colosseum, polemik serupa tapi tak sama juga sempat menyelimuti penertiban Hotel Alexis di kawasan Jakarta Utara, pada 23 Maret 2018 berpolemik.
Ketika itu, meskipun ratusan personel gabungan telah disiagakan di sekitar hotel, Anies menolak mengeluarkan perintah eksekusi. Ia mengaku tak pernah memerintahkan penertiban dengan "cara-cara" lama.
Tak hanya itu, Anies juga murka lantaran surat penertiban bocor ke media. Tak lama setelah Alexis ditutup, Anies mencopot Kadis Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Tinia Budiati.
Anies tak boleh seenaknya
Pakar tata kota Yayat Supriyatna menilai polemik perizinan Formula E menyeruak karena Anies lebih mementingkan mengejar target eksekusi kebijakan. Walhasil, Anies kerap melabrak koridor-koridor aturan yang berlaku.
"Kelihatannya karena ditekan oleh waktu, ditekan oleh target. Otomatis, dia (Anies) sepertinya, ya, yang penting kerjain dulu. Harusnya itu tidak menimbulkan persoalan yang sama dengan revitalisasi Monas kemarin," kata Yayat saat berbincang dengan Alinea.id di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (22/2).
Yayat mengatakan, kebijakan-kebijakan Pemprov DKI kerap bermasalah karena Anies tak juga membenahi pola koordinasi dan komunikasi dengan anak buahnya dan dengan DPRD DKI Jakarta. Padahal, itu bukan kali pertama keteledoran Anies dan Pemprov DKI terungkap ke publik.
Yayat mencontohkan kasus penunjukkan Donny Andi Saragih Direktur Utama TransJakarta, Januari lalu. Ketika itu, Donny ditunjuk sebagai pimpinan TransJakarta meskipun berstatus sebagai terdakwa dalam kasus penipuan.
Ombudsman menduga ada malaadministrasi dalam penunjukkan Donny. Pemprov DKI mengakui mereka kurang teliti. Anies pun akhirnya mencopot Donny dari kursi Dirut TransJakarta.
"Ini menunjukkan ada persoalan. Salah ketik, kemudian diulang. Kemudian dulu kasus revitalisasi Monas, suratnya ternyata belum dipenuhi. Ini kan persoalan komunikasi di dalamnya," jelas Yayat.
Yayat menyarankan agar Anies lebih rajin mendengarkan masukan-masukan dari para pembantunya. Anies, kata dia, tidak boleh hanya mau menang sendiri.
"Kebijakan yang mendominasi itu akan membuat staf tidak membuat keputusan, atau tidak berani mengingatkan, tidak berani menegur. Tidak berani menyatakan, 'Pak, ini salah.' Koreksi. Nah, ini perlu keberanian dari staf untuk mengingatkan," katanya.
Analis politik Gun Gun Heryanto sepakat penyelenggaraan Formula E di Monas menjadi polemik lantaran pola komunikasi antara Anies dan jajarannya yang buruk. Untuk gelaran sebesar Formula E, menurut Gun Gun, Anies seharusnya menyosialisasikan gagasannya ke publik secara berkala.
"Harusnya secara bertahap ada rilis, ada press conference. Ada data yang disebarkan ke teman-teman jurnalis. Atau misalnya ada public statement dari Gubernur jika terjadi silang sengketa supaya tidak berkepanjangan," kata Gun Gun kepada Alinea.id.
Gun Gun menyebut wajar jika kebijakan-kebijakan Anies dan Pemprov DKI banjir kritik. Pasalnya, Anies dan jajarannya kerap tidak satu suara. "Harusnya ada satu pandangan, satu visi, satu narasi. Di internal, benahi komunikasi organisasinya sehingga pada saat keluar, baik dengan DPRD atau pusat, Pemprov DKI punya wacana yang jelas," kata dia.
Lebih jauh, Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute itu menyarankan agar Anies segera membenahi pola-pola komunikasi yang ia jalankan selama ini. "Kalau tidak ditata dengan baik akan merugikan terutama pemrov sendiri. Ini namanya smoldering crisis. Kalau dibiarkan, akan menjadi krisis," kata dia.