Para penganut kepercayaan, menggugat kolom agama dalam kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) sebagaimana diatur dalam Pasal 61 ayat (1) dan (2), Pasal 64 ayat (1) dan (5) UU Administrasi Kependudukan ke Mahkamah Konstotusi. Para peggugat seperti Nggay Mehang Tana dan beberapa rekannya menilai aturan tersebut bersifat diskriminatif dan telah menimbulkan kerugian atas hak konstitusional mereka sebagai warga negara Indonesia.
Terlebih selama ini, kolom agama di e-KTP penganut kepercayaan dikosongkan. Akibatnya, sejumlah hak dasar seperti pernikahan secara adat tak diakui negara. Alhasil, para penganut kepercayaan tidak memiliki akta pernikahan dan kartu keluarga (KK) serta anak-anak mereka kesulitan mendapatkan akta kelahiran.
Selain itu, anak kandung mereka juga sulit mendapatkan pekerjaan meski memiliki kecakapan kompetensi dan saat penguburan keluarga, ditolak oleh tempat pemakaman umum manapun.
Dalam sidang putusan yang digelar pada Selasa (8/11), kemarin, MK mengabulkan gugatan Nggay dan kawan-kawan. Dalam amar putusan yang dibacakan oleh hakim konstitusi, Arief Hidayat, MK menyatakan kata agama dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD Tahun 1945. Karenanya itu, pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk kepercayaan.
Putusan tersebut pun disambut positif oleh masyarakat Badui yang menganut Selam Sunda Wiwitan. Salah satu warga Badui bernama Santa (45), meminta agar putusan itu segera direalisasikan agar mereka bisa memasukkan kepercayaannya ke e-KTP dan KK.
"Kami ingin keputusan MK tersebut secepatnya direalisasikan. Kami menilai keputusan MK sangat bagus sehingga penganut kepercayaan bisa ditulis pada identitas itu," kata Santa seperti dikutip dari Antara, Rabu (8/11).
Dikatakan Santa, kepercayaan masyarakat Badui sudah berlansung lama dan turun temurun. Terlebih pada tahun 1970-2013, kepercayaan mereka sempat tercantum pada kolom agama KTP dan KK.
Hal senada diungkapkan oleh Samari (55), warga Badui itu menegaskan pencantuman kepercayaan pada kolom agama KTP dan KK sebagai jaminan negara kepada rakyatnya. Apalagi, Indonesia memiliki ribuan penganut kepercayaan sehingga perlu perlindungan pemerintah.
Adapun di Lebak, terdapat 3.365 KK masyarakat Badui. Mereka terdiri dari 65 Rukun Tetangga dan 13 Rukun Warga dan 96 Lembaga Ada.
"Kami menerima putusan MK itu dipastikan seluruh warga Badui memiliki KTP, apalagi tahun 2018-2019 sebagai tahun politik," papar tetua adat Badui, Saija.
Langkah Kemendagri
Sementara Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo memastikan akan melaksanakan putusan MK terkait kolom agama data kependudukan. “Putusan MK ini bersifat konstitusional bersyarat yaitu artinya kata agama dimaknai termasuk kepercayaan,” ujar Tjahjo.
Selanjutnya, Tjahjo memastikan jajarannya akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan untuk mendapatkan data kepercayaan yang ada di Indonesia. Kemudian, Ditjen Dukcapil akan memasukan kepercayaan tersebut ke dalam sistem administrasi kependudukan. Bahkan, Kemendagri akan mengajukan usulan perubahan kedua UU Adminduk untuk mengakomodir putusan MK dimaksud.
“Setelah data kepercayaan kami peroleh maka kemdagri memperbaiki aplikasi SIAK dan aplikasi data base serta melakukan sosialisasi ke seluruh Indonesia (514 kab kota),” tandasnya.