Mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio menyebut, LBM Eijkman turun level pascapeleburan ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Berdasarkan Permen Ristekdikti Nomor 15 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, kata dia, disebutkan jelas bahwa LBM Eijkman bertanggung jawab langsung kepada menteri.
Setelah dileburkan dengan BRIN, pertanggungjawaban LBM Eijkman kepada eselon 1. Di BRIN, LBM Eijkman turun kelas menjadi setara eselon 2. “Itu sebagai (BRIN) pusat tentunya levelnya eselon 2. Jadi, harus bertanggung jawab ke eselon 1 di atasnya (dianggap eselon 2),” ucapnya dalam diskusi virtual, Minggu (23/1).
Apalagi, saat ini peraturan terbaru BRIN melarang peneliti LBM Eijkman merekrut riset asisten. Kecuali, riset asisten yang sudah berstatus ASN. Padahal, tidak mungkin bisa merekrut ASN untuk dipekerjakan sebagai riset asisten, karena mereka sudah memiliki pekerjaan masing-masing.
Di sisi lain, peneliti LBM Eijkman bekerja dengan bahan-bahan organik. Jadi, memerlukan riset asisten untuk mengoptimalkan kinerjanya. Apalagi, LBM Eijkman harus juga dibantu tenaga teknisi, hingga tenaga administrasi.
“Misalnya, kami harus mengambil sampel di daerah-daerah terpencil, kan enggak mungkin. (Ibarat) kalau peneliti sawah, dia harus macul sendiri, membajak sendiri, mengairi sendiri, itu harus kita lakukan sendiri,” tutur Amin.
Peneliti memiliki riset asisten merupakan praktik umum di luar negeri. Riset asisten dikontrak sesuai dengan lama proyeknya. “Kalau bagus, ya kami perpanjang. Dan, selama ini kami memberikan kesempatan kepada riset asisten itu untuk mendapatkan jenjang lebih tinggi apakah S2 dan S3. Fleksibilitas dari seorang peneliti dalam memperoleh keberhasilan tertentu. Dengan digabung ini fleksibilitasnya kurang. Itu kendalanya,” ujar Amin.
Sebelumnya, Aliansi Peduli Riset dan Kemajuan Bangsa melayangkan petisi dan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Perpres 78/2021 tentang BRIN berimbas pada meleburnya beberapa lembaga.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), hingga Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman resmi dibubarkan usai pembentukan BRIN.
Peleburan lembaga-lembaga riset tersebut menimbulkan persoalan organisasi yang menghambat masa depan penelitian Indonesia. Urusan peleburan lembaga nyatanya terbentur dengan aturan birokratisasi peneliti yang pada gilirannya sebabkan sekitar 1.600 peneliti non-PNS diberhentikan. Padahal, mereka berpendidikan mulai dari S1, S2, dan S3, bahkan di antara mereka ada yang telah mendapatkan penghargaan dari negara.
Aliansi Peduli Riset dan Kemajuan Bangsa meminta Presiden Jokowi mengembalikan tugas pokok dan fungsi BRIN sebagai koordinator riset di Indonesia. BRIN tidak perlu melebur ke berbagai lembaga riset yang ada.