Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta polisi transparan mengungkap kejadian tewasnya enam anggota Front Pembela Islam (FPI) akibat tembakan polisi, terutama menyingkap penyebab terjadinya penembakan terhadap mereka.
Jika polisi yang terlibat dalam insiden itu melanggar protokol tentang penggunaan kekuatan dan senjata api, maka harus diungkap secara terbuka dan diadili sesuai dengan hukum dan hak asasi manusia.
“Harus ada penjelasan tentang apakah petugas yang terlibat dalam insiden penembakan itu, telah secara jelas mengidentifikasi diri mereka sebagai aparat penegak hukum, sebelum melepaskan tembakan dan apakah penggunaan senjata api itu dibenarkan,” papar dia dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/12).
Polisi seharusnya hanya dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api, sebagai upaya terakhir. Itu pun harus merupakan situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan atau orang lain. Jika tidak, maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing.
"Penggunaan kekuatan, kekerasan, dan senjata api yang melanggar hukum oleh polisi tidak boleh dibenarkan, terlebih lagi bila digunakan dalam kasus yang terkait dengan pelanggaran protokol kesehatan, yang seharusnya tidak berakhir dengan kekerasan. Komnas HAM harus ikut mengusut. Komisi III DPR RI juga perlu aktif mengawasi dan mengontrol pemerintah dan jajaran kepolisian," papar dia.
Penggunaan kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia diatur lebih lanjut oleh Peraturan Kapolri tentang Penerapan Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (No. 8/2009).
Peraturan Polisi tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian (No.1/2009) menetapkan bahwa penggunaan senjata api hanya diperbolehkan jika sangat diperlukan untuk menyelamatkan nyawa manusia dan penggunaan kekuatan secara umum harus diatur dengan prinsip-prinsip legalitas, kebutuhan, proporsionalitas, kewajaran dan mengutamakan tindakan pencegahan.
Sebelumnya Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, rombongan polisi mengikuti rombongan pengikut pimpinan FPI Muhammad Rizieq Shihab di tol Jakarta-Cikampek Senin (7/12) dini hari.
Polisi sedang menyelidiki laporan bahwa pengikut Rizieq berencana menggelar demonstrasi selama pemeriksaan Rizieq, yang dijadwalkan oleh polisi, terkait dugaan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19.
Sekitar pukul 00.30 WIB, dua mobil dari rombongan tersebut tiba-tiba menghimpit mobil yang digunakan polisi dan memaksa untuk berhenti. Para pendukung Rizieq yang berada di dalam mobil dituduh menodongkan senjata api dan senjata tajam ke arah petugas. Petugas kemudian melepaskan tembakan yang mengakibatkan sedikitnya enam orang pendukung Rizieq tewas.
FPI juga telah mengeluarkan pernyataan tentang insiden tersebut, mengklaim bahwa konvoi Rizieq dihentikan oleh sekelompok “preman tak dikenal” yang kemudian menembak pengawal Rizieq. Dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube, pihak FPI membenarkan enam anggotanya tewas karena tembakan polisi sekaligus meralat pernyataan mereka sebelumnya yang menyebutkan, sebuah mobil yang membawa enam pengawal Rizieq hilang.