Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyesalkan DPR dan pemerintah terburu-buru mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang. Menurutnya, muatan RKUHP yang bermasalah merupakan pukulan mundur bagi kemajuan Indonesia dalam melindungi hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan dasar selama lebih dari dua dekade.
"Fakta bahwa pemerintah Indonesia dan DPR setuju mengesahkan hukum pidana yang secara efektif melemahkan jaminan hak asasi manusia sungguh mengerikan," kata Usman dalam keterangannya, Rabu (7/12).
Usman memandang KUHP baru yang kontroversial dan melampaui batas, hanya akan lebih memperburuk ruang sipil yang sudah menyusut di Indonesia. Pemberlakuan kembali pelarangan penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, dalam pemerintahan yang sedang menjabat, serta lembaga negara akan semakin menghambat kebebasan berpendapat, bahkan mengkriminalisasi perbedaan pendapat.
"Larangan demonstrasi publik tanpa izin jelas dapat membatasi hak untuk berkumpul secara damai," ucapnya.
Menurutnya, KUHP baru secara praktis memberikan wewenang kepada penguasa di masa sekarang. Dia khawatir, penegakkan hukum ke depan tidak berjalan objektif.
"Ini dapat menciptakan iklim ketakutan yang menghambat kritik damai dan kebebasan berkumpul," ucap Usman.
Usman juga menyatakan, pelarangan hubungan seks di luar nikah merupakan pelanggaran atas hak privasi yang dilindungi oleh hukum internasional. Menurutnya, ketentuan moralitas berpotensi disalahgunakan untuk mengkriminalisasi korban kekerasan seksual atau menyasar warga hanya karena mereka memiliki identitas dan ekspresi gender tertentu seperti komunitas LGBTI.
Hubungan seks di luar nikah diancam hukuman pidana satu tahun penjara dan kohabitasi di luar nikah selama enam bulan penjara. Ini juga berpotensi mengkriminalisasi promosi kontrasepsi sambil mempertahankan aborsi sebagai tindakan kriminal.
"Hubungan seksual konsensual tidak boleh diperlakukan sebagai kriminal," ujar Usman.
Selain itu, ketentuan baru tentang genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam KUHP yang menghilangkan prinsip retroaktif bertentangan dengan hukum internasional HAM dan berpotensi menutup akses korban pelanggaran HAM berat masa lalu terhadap keadilan, kebenaran, dan pemulihan yang komprehensif.
Usman menegaskan, KUHP seharusnya tidak pernah disahkan sedari awal dan merupakan kemunduran dramatis dari kemajuan HAM di Indonesia. Alih-alih menghancurkan kemenangan hak asasi yang diperoleh dengan susah payah, pemerintah Indonesia dan DPR seharusnya memperbaiki kondisi kemunduran kebebasan sipil.
"Serta memenuhi komitmen hak asasi manusia dan kewajiban konstitusional mereka untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia," ucap Usman.